Copyright © Color of World
Design by Dzignine
Sabtu, 05 Mei 2012

Two Hearts , Part 1

Entah kenapa aku pengen post fanfic ku ini... Ini udah sempet aku post di FB sama di FFn , semoga ada yang suka sama fanfic abal ku ini.. Happy Reading, Guys !! Hope you like it !! (:

.
.



Chapter 1

Pagi hari di musim semi yang sejuk, terlihat seorang gadis sedang menunggu seseorang di bawah pohon sakura. Gadis yang memiliki paras cantik nan manis dengan rambut indigo sebahu dan mata berwarna lavender itu, terlihat sangat menikmati sejuknya udara musim semi. Senyum manis tak lepas dari wajah cantiknya. Tiba-tiba ada yang menepuk pelan bahunya.
“Astaga! Kau mengagetkanku Sasuke-kun...” seru gadis itu.
Pemuda yang menepuk bahu gadis tersebut itu pun ikut duduk di bangku yang diduduki si gadis. Pemuda tampan dengan rambut raven yang seperti err... pantat ayam dan mata onyx-nya yang mampu meluluhkan setiap wanita termasuk gadis lavender tersebut.
“Sudah lama menunggu, Hinata?” tanya pemuda yang diketahui bernama Sasuke tersebut.
“Ya. Sangaat laama...” jawab gadis lavender yang ternyata bernama Hinata, pura-pura kesal.
“Hn, berangkat sekarang?”
“Ya.”
Hinata’s POV
Namaku Hyuuga Hinata, aku berumur enam belas tahun. Sekarang musim semi, itu berarti tahun ajaran baru. Mulai hari ini aku anak kelas dua di Konoha Senior High School. KSHS adalah sekolah swasta yang sangat besar. Bisa dibilang sekolah ini diperuntukkan untuk kaum borju, tapi sebenarnya tidak hanya kaum-kaum borju yang bersekoah di sini. Orang-orang pilihan juga bersekolah disini walaupun kemampuan ekonomi orang tuanya rendah, mereka akan mendapat beasiswa. KSHS terdiri dari tiga gedung. Gedung yang pertama terdiri dari empat lantai.  Lantai satu untuk kelas satu, lanati dua untuk kelas dua, lantai tiga untuk kelas tiga, dan lantai empat untuk berbagi fasilitas seperti perpustakaan, laboratorium bahasa dan sains, serta kolam renang. Gedung yang kedua terdiri dari aula dan gedung olahraga, sedangkan gedung yang ketiga digunakan untuk asrama siswa-siswi yang rumahnya di luar kota.
Saat ini aku sedang berjalan menuju sekolah bersama dengan sahabatku. Namanya Uchiha Sasuke, pemuda tampan yang memiliki banyak fansgirls. Kami sudah berteman sejak kecil, dan kami selalu satu sekolah. Entah kebetulan atau apa, ayah kami juga sahabat. Hyuuga adalah salah satu relasi bisnis Uchiha. Dan sejak kelulusan SMP,  aku mulai merasakan perasaan aneh pada Sasuke. Setiap Sasuke ada di dekatku, jantungku selalu bekerja dua kali lipat, penyakit gagapku kambuh, dan pipiku selalu terasa panas. Ya, aku mulai menyukai Sasuke. Tapi aku tahu perasaanku tidak akan pernah berbalas, karena Sasuke telah menemukan orang yang menempati tempat spesial dihatinya. Dia adalah gadis yang sangat cantik. Dia satu kelas denganku tahun ini, aku rasa dia juga menyukai Sasuke. Namanya....
“Apa yang sedang kau pikirkan, Hinata?” tanya Sasuke membuyarkan lamunanku.
“Eeh? Ti-tidak ada.” jawabku dengan wajah bersemu merah karena malu.
Sasuke menoleh ke arahku dan mengangkat alisnya.
“A-apa?”
“Tidak.”
“KYAAAA....!!! SASUKE-SAMA SUDAH DATANG....”
Hhh, yang seperti ini yang tidak kusukai. Setiap kami tiba di depan gerbang sekolah, para fansgirls selalu meneriakkan nama Sasuke. Terkadang aku heran, apa suara mereka tidak habis setiap hari teriak-teriak tidak jelas begitu. Tidak hanya anak kelas dua, tapi anak-anak kelas satu dan tiga juga ikut berpartisipasi.
“Sekali-kali tersenyumlah pada mereka. Mereka sudah mengorbankan suara mereka demi kau.”
“Itu salah mereka sendiri. Ayo...”
Normal POV
Hinata dan Sasuke sampai di lantai dua dengan selamat. Tahun ini mereka tidak sekelas. Hinata berada di kelas 2-3, sedangkan Sasuke di kelas 2-1.
Saat Sasuke hendak memasuki kelasnya, dia menangkap sosok cantik yang datang dari arah yang sama saat dia datang. Sesosok gadis cantik dengan tubuh proposional, rambut pink sebahu yang selembut sutera, dan mata emeraldnya yang sangat indah. Sasuke terpaku di tempatnya memandang keindahan tersebut.
“Kau terlihat bodoh, Sasuke...” cibir Hinata.
Yang diejek hanya diam saja, masih terpesona dengan si gadis pink. Sang gadis sudah hampir sampai dimana mereka berdiri. Tapi Sasuke masih diam saja.
“Pagi, Sakura-chan” sapa Hinata ramah dengan senyum manisnya.
“Pagi, Hinata, Sasuke” sapa sang gadis.
Hinata hanya tersenyum ramah, sedangkan Sasuke masih diam saja. Sang gadis terlihat kecewa karena sapaannya tidak ditanggapi sang pemuda raven.
“Aku ke kelas dulu, Hinata.”
“Ya. Nanti aku menyusul.”
Hinata menoleh pada Sasuke yang masih cengo. Hinata hanya bisa menggelengkan kepala melihat sahabatnya itu.
“Aku tidak menyangka, Pangeran Es sepertimu bisa terlihat bodoh di depan gadis yang disukainya.”
“Jangan mengejekku, Hinata. Kau tidak tahu rasanya. Aku masuk dulu.” kata Sasuke sambil masuk kelas.
‘Kau salah, Sasuke. Aku selalu merasakannya. Kaulah yang tidak tahu perasaanku’
Ya, gadis yang disukai Sasuke ialah si gadis pink dengan nama Haruno Sakura.

~~~TBC~~~



Chapter 2

Hinata memasuki kelasnya dan kemudian duduk di bangkunya yang didekat jendela. Dia sengaja memilih bangku dekat jendela agar bisa melihat pemandangan jika sedang bosan. Seperti sekarang, dia sedang memandang pohon apel yang ada di taman sekolah. Disanalah ia sering menghabiskan waktu istirahat dengan membaca buku. Selain di bawah pohon apel, tempat ia mengahabiskan waktu istirahat ialah di perpustakaan. Hinata jarang sekali pergi ke kantin, dia lebih suka membaca buku. Dia melihat sekeliling kelas. Masih sepi, pikirnya. Sepertinya Sakura dan sahabatnya sedang pergi ke kantin untuk sarapan, mengingat Sakura tadi sudah datang tapi tidak ada di kelas.
Setiap lantai memiliki kantin sendiri, karena jika kantin diletakkan di lantai lain, misalnya lantai satu, kasihan siswa-siswa kelas atas yang sudah kelaparan. Jadi, demi mencegah adanya siswa yang mati kelaparan, setiap lantai diberi kantin tersendiri. Baiklah, mari kita kembali ke Hinata.
Hinata mengalihkan pandangannnya kembali ke luar jendela. Dia sedang memperhatikan anak-anak kelas satu yang berkeliaran di halaman sekolah, saat dia merasa ada yang datang menghampirinya. Dia menoleh dan mendapati Sakura dan sahabatnya, Yamanaka Ino. Ino adalah gadis cantik dengan rambut pirang panjang yang selalu dikuncir kuda dengan menyisakan poni yang menutupi mata kanannya, tubuh seksinya dan mata aquamarinenya yang indah mampu menjadikannnya primadona sejak kelas satu.
“Pagi, Hinata” sapa Ino dengan senyum manisnya.
“Pagi, Ino-chan. Kalian darimana?”
“Dari kantin. Biasa, menemani si Forehead sarapan.”
“Heh, seperti kau tidak saja, Ino-pig.”
“Memang tidak, weee....”
Hinata hanya bisa menggelengkan kepala melihat kedua temannya itu. Hampir setiap pagi mereka seperti itu, padahal mereka sudah bersahabat sejak kecil.
“Sudah, sudah... Coba lihat siapa yang datang, Ino.’’ kata Hinata melerai mereka berdua.
Ino mengalihkan pandangannya ke pintu kelas. Seketika wajahnya memanas, semburat merah menjalari tulang pipinya saat melihat objek yang ada di depan pintu. Seorang pemuda yang mirip Sasuke, hanya saja lebih pucat dan rambutnya tidak seperti pantat ayam, serta senyumnya yang tidak pernah absen dari wajahnya. Dia adalah Sai, sepupu Sasuke sekaligus orang yang disukai Ino sejak tahun pertama di KSHS.
“Hohoho.... Sepertinya tahun ini Ino-pig akan jadi anak baik, Hinata.” cibir Sakura.
Hinata hanya terkikik geli melihat perubahan wajah Ino.
“Aku tidak tahu dia sekelas dengan kita. Kenapa kalian tidak memberi tauku?” tanyanya sambil mengalihkan pandangan ke kedua temannya.
“Aku saja tidak tahu, kau tahu Hinata?”
“Ya.”
TENG TENG TENG!!! (jelek bgt bunyi’a --“ *ditimpuk)
Baru saja Ino mau bicara lebih banyak, bel masuk sudah berbunyi. Sakura dan Ino kembali ke bangku mereka. Ino duduk di depan Hinata, sedangkan Sakura duduk di samping kanan Ino. Seorang wanita cantik dengan rambut hitam bergelombang memasuki kelas 2-3. Dia adalah Kurenai, wali kelas 2-3.
“Ohayou anak-anak....” sapa Kurenai.
“Ohayou mou, Sensei....”
“Tahun ini yang menjadi wali kelas 2-3, adalah aku. Kurasa kalian sudah tau siapa namaku. Ada yang belum tau siapa aku?”
Sepi. Anak-anak hanya saling menoleh, tidak ada yang berusaha menjawab.
“Bagus. Sebagai wali kalian aku hanya mengingatkan bahwa aku tidak suka jika murid-muridku susah diatur, suka membuat kekacauan, dan tidak mematuhi peraturan, khususnya untuk kalian berdua Tuan Namikaze, Tuan Inuzuka, kalian mengerti?”
“Me-mengerti, Sensei” jawab Naruto dan Kiba serempak, mereka memang pengacau nomor wahid saat kelas satu. Hampir semua guru kualahan mengahadapi mereka.
“Hm, baiklah. Sekarang kita mulai pelajarannya. Jam pertama adalah pelajaranku, sejarah. Sekarang buka buku kalian.”
.
.
.
TEENG TEENG TEENG!!!!
Lonceng tanda istirahat telah berbunyi. Anak-anak kelas 2-3 terlihat sangat lega dan senang. Kurenai termasuk guru yang disiplin. Tapi sebenarnya dia guru yang lembut, semenjak dia menikah dengan Asuma dia jadi guru yang sangat disiplin dan galak, seperti suaminya.
“Kerjakan halaman 12, minggu depan dikumpulkan. Akan ada konsekuensi bagi yang tidak mengerjakan.”
“B-baik sensei....”
“Hm, sampai disini pertemuan pertama kita. Sampai jumpa minggu depan.”
Kurenai berjalan keluar kelas 2-3.
“Huuuaaah, dia benar-benar mirip suaminya” keluh Ino.
“Padahal dulu dia guru yang lembut. Ternyata Asuma-sensei membawa pengaruh buruk” timpal Sakura.
“Hihihihi, sudahlah.... Coba lihat sisi positifnya, si duo onar tidak berani bersuara.” Kata Hianta.
“Hm, kau benar Hinata. Padahal mereka dulu paling tidak takut pada Kurenai-sensei. Mereka selalu menimpali setiap Kurenai-sensei menerangkan, tapi sekarang bernafas pun mereka tidak berani.” kata Sakura.
“Kalian benar. Huh, aku jadi lapar, apalagi setelah ini Anko-sensei guru ter-killer se-KSHS. Ayo kita ke kantin” ajak Ino.
“Dasar, tadi kuajak sarapan kau tidak mau.”
“Tadi aku belum lapar, Forehead.”
Sakura hanya memutar bola matanya.
“Kalian berdua saja ya, aku tidak ikut.” kata Hinata.
“Eh?”
“Aku tidak lapar, masih kenyang.”
“Kalau kau sih, memang tidak pernah lapar Hinata-chan.” kata Sakura.
“Yaah, kalau begitu kami ke kantin dulu.”
“Ya.”
Sakura dan Ino pun segera keluar kelas menuju kantin. Sedangkan Hinata segera mengambil buku yang belum selesai dibacanya kemudian turun menuju ke taman sekolah.
.
.
.
Disinilah tempat favorit Hinata di KSHS. Taman sekolah. Di bawah pohon apel yang rindang dan sejuk. Disini dia biasa menghabiskan waktu istirahatnya untuk membaca buku atau hanya sekedar untuk melihat kegiatan yang dilakukan anak-anak kelas satu. Udara disini sangat sejuk dan menenangkan karena tidak banyak siswa yang menghabiskan waktu istirahat mereka disni. Kebanyakan siswa lebih memilih menghabiskan waktu istirahat mereka di kantin. Hanya segelintir siswa yang ada disini, termasuk Hinata yang memang lebih suka tempat yang tenang.
Hinata sedang membaca bukunya, saat dirasanya ada orang yang duduk disebelahnya. Sebenaranya tanpa melihat pun dia tahu siapa yang datang, karena dia sudah hafal aroma ini, aroma sahabat kecilnya, Uchiha Sasuke, tapi dia tetap menoleh untuk memastikannya. Sasuke tidak menoleh, dia masih memperhatikan anak-anak kelas satu yang bermain basket di lapangan luar sekolah, Hinata kemudian mengalihkan pandangannya kembali ke buku yang tadi dibacanya.
Mereka hanya duduk diam, tidak ada yang mau memulai pembicaraan karena memang pada dasarnya mereka tidak banyak bicara. Yaah, mereka selalu begitu sejak kecil, tidak ada yang mau memulai pembicaraan sampai salah satu diantara mereka merasa bosan, dan biasanya yang merasa bosan itu Hinata. Meskipun begitu, banyak siswa-siswi yang memandang iri mereka. Siapa sih, yang tidak mau duduk di samping salah satu Pangeran dan Putri KSHS. Sasuke dan Hinata termasuk salah satu Pangeran dan Putri KSHS. Paras yang indah, otak cemerlang, dan keluarga terpandang dapat menjadikan mereka sebagai idola.
Hinata mulai merasa bosan dan jengah dengan pandangan iri para siswi. Akhirnya dia membuka mulutnya.
“Hh, sampai kapan mereka akan seperti itu. Kapan mereka akan mengerti. Kapan mereka akan berhenti salah paham.” desah Hinata.
“Biarkan saja.” jawab Sasuke datar.
“Sebaiknya kau cepat cari pacar Sasuke, aku tidak ingin mereka salah paham terus.”
Ya, memang banyak siswa yang salah paham akan hubungan Sasuke dan Hinata. Mereka pikir Sasuke dan Hinata adalah pasangan, karena mereka sering terlihat bersama. Berangkat sekolah bersama, terkadang menghabiskan waktu istirahat bersama dan bahkan pulang sekolah bersama. Mereka berangkat dan pulang sekolah bersama karena memang rumah mereka hanya berseberangan. Tapi masih ada saja yang berpikiran seperti itu.
Untuk beberapa saat suasana di antar mereka kembali hening, sampai Sasuke mengeluarkan suaranya.
“Bagaimana kelas barumu?”
Hinata mengangkat kedua alisnya, heran. Tidak biasanya Sasuke menanyakan hal sepele macam itu.
“Kau mau bertanya soal kelasku atau Sakura-chan? Tidak perlu berbasa-basi Sasuke.” jawab Hinata tanpa mengalihkan pandangannya dari buku yang dibacanya.
Sasuke mengalihkan pandangannya pada Hinata yang masih membaca bukunya. Sasuke memutar bola matanya.
“Menyenangkan. Apalagi Kurenai-sensei adalah waliku” jawab Hinata sambil tersenyum pada Sasuke. Kurenai memang salah satu guru favoritnya selain Kakashi guru bahasa inggris yang tampan dan Yamato guru bahasa jepang yang ramah.
“Bagaimana denganmu?” tanyanya.
“Biasa saja.”
Hening lagi. Sampai...
“Aku serius dengan perkataanku yang tadi, Sasuke.” kata Hinata sambil menatap Sasuke lekat.
Sasuke hanya mengangkat alisnya, tanda tidak mengerti maksud perkataan Hinata.
“Sebaiknya kau segera menyatakan perasaanmu padanya, sebelum dia diambil orang lain. Karena tidak sedikit orang yang menyukainya.”
Sekarang Sasuke tau arah pembicaraan Hinata.
“Itu tidak mudah” jawabnya datar.
“Aku tidak bilang mudah. Berusahalah...”
“....”
“.....”
“....”
“Mau kubantu?”
Sasuke kembali mengangkat alisnya dan menatap Hinata yang masih menatapnya lekat.
“Kalau begini terus tidak akan ada perkembangan. Kau tidak akan tau perasaannya padamu dan dia tidak akan tau perasaanmu padanya selama ini. Dan kau akan menyesal jika dia sudah menjadi milik orang lain.”
“....”
“Jadi?”
Sasuke hanya menanggapinya dengan senyum tipis. Dan Hinata tau bahwa itu artinya Sasuke menerima niat baiknya untuk membantunya, mencomblangkan Sasuke dengan Sakura, gadis yang disukai Sasuke sejak kelas satu.
Hening lagi untuk beberapa saat.
“Kenapa kau ingin membantuku, Hinata?” tanya Sasuke.
Hinata mengangkat alisnya kemudian menjawab,
“Tentu saja karena kau sahabatku” jawabnya dengan senyum manisnya.
Sasuke hanya tersenyum tipis menanggapi jawaban Hinata. Dia sudah menebak Hinata akan menjawab begitu.
‘Asalkan bisa melihatmu bahagia, itu sudah cukup bagiku’ tambah Hinata dalam hati.

~~~~TBC~~~~




Chapter 3

Tampak sebuah mobil biru tua keluaran terbaru di depan rumah besar bergaya tradisional Jepang. Sang pemilik mobil bersandar dibadan mobil tersebut. Dia tampak sedang menunggu seseorang keluar dari rumah besar tersebut. Tak lama kemudian seorang gadis berambut indigo sebahu dengan mata laveder keluar dari rumah.
“Kau lama sekali” kata Sasuke datar.
“Maaf, tadi aku harus menyiapkan sarapan untuk Tou-sama.”
“Hn.”
Sasuke tahu, meskipun keluarga Hyuuga punya banyak maid tapi tugas membuat sarapan adalah tugas Hinata. Karena sang kepala keluarga tidak mau makan masakan buatan orang selain Hinata. Menurutnya masakan Hinata rasanya sama seperti masakan ibunya. Ibu Hinata meninggal saat melahirkan anaknya yang terakhir, adik Hinata, Hanabi. Hinata adalah anak kedua dari tiga bersaudara, kakak laki-lakinya, Neji, kini kuliah di Suna. Jadi Hinata hanya tinggal bersama ayah dan adiknya, terkadang ayahnya juga harus ke luar kota untuk urusan pekerjaan.
“Tidak bisakah kita jalan kaki saja?” tanya Hinata memcah keheningan diantara mereka.
“Tidak.”
“Padahal udara musim semi sangat sejuk...”
“Lagipula kita sudah hampir terlambat. Ayo berangkat.” ajak Sasuke datar.
Hinata hanya diam saja dan segera masuk ke mobil Sasuke. Di duduk di kursi penumpang di samping kemudi. Untuk beberapa saat suasana diantara mereka hening.
“Minggu ini bisa menemaniku?” tanya Hinata memecah keheningan.
“Kemana?” tanya Sasuke datar.
“Membeli buku.”
Sasuke mengalihkan pandangannya ke arah Hinata sebentar, kemudian kembali mengarahkannya ke jalanan. Sasuke tidak heran, Hinata memang suka sekali membaca. Hampir setiap akhir pekan dia ke toko buku atau perpustakaan Konoha, hanya untuk sekedar melihat-lihat buku baru atau meminjamnya. Terkadang kalau ada buku yang menarik hatinya dia membelinya. Tapi yang membuatnya heran, kenapa kali ini Hinata mengajaknya. Biasanya Hinata akan mengajak Hanabi atau temannya.
“Hanabi-chan tidak bisa menemaniku karena minggu ini dia ada acara dengan teman-temnanya.” kata Hinata yang sepertinya menyadari keheranan Sasuke.
“Hn” hanya dua huruf konsonan itu yang keluar dari mulut Sasuke.
“Jadi kau bisa?” tanya Hinata memastikan.
“Hn.”
.
.
.
Hinata sedang menunggu Sasuke yang memarkirkan mobilnya, saat dia melihat sekelebat rambut pink memasuki gerbang sekolah. Kemudian dia memanggilnya. Inilah saatnya untuk mendekatkan ‘mereka’, pikirnya.
“Sakuran-chan...” seru Hinata.
“Oh, Hinata...” seru Sakura sambil menghampiri Hinata.
“Kenapa tidak langsung ke atas?” tanya Sakura saat sudah sampai didekat Hinata.
“Aku sedang menunggu Sasuke memarkikan mobilnya. Bagaimana kalau kita ke atas bersama-sama? Kau tidak terburu-buru kan Sakura-chan?” jawab sekaligus ajak Hinata.
“Eem, yaa boleh lah...” jawab Sakura sedikit ragu.
“Ah, itu dia Sasuke...”
Sasuke berjalan menghampiri kedua gadis cantik itu. Dia sedikit heran kenapa Hinata bisa bersama Sakura. ‘Apa yang sedang mereka lakukan?’
“Ohayaou, Sasuke-kun...” sapa Sakura ramah dengan senyum manisnya
“Hn.”
Sakura sedikit kecewa dengan jawaban singkat Sasuke.
“Ah, sebaiknya kita segera ke atas, sebentar lagi jam pertama akan dimulai. Ayo Sasuke, Sakura-chan...” ajak Hinata yang berusaha mencairkan suasana yang menjadi sedikit canggung.
Hinata tahu Sasuke pasti sedang mati-matian mempertahankan sifat cool-nya, padahal jantungnya sudah berdebar-debar tidak jelas, kalau membayangkannya Hinata jadi ingin tertawa. Dia juga tahu kalau Sakura kecewa dengan jawaban singkat Sasuke.
‘Hh, sepertinya membutuhkan waktu lama untuk menyatukan mereka. Si ‘pantat ayam’ ini keras kepala sekali’, keluh Hinata dalam hati.
.
.
.
Hinata, Sakura, dan Sasuke sampai di lantai dua. Hinata dan Sakura berpamitan pada Sasuke untuk masuk ke kelas dulu. Sedangkan Sasuke masih berdiri di depan kelasnya memandangi punggung kedua gadis cantik itu yang semakin menjauh. Sasuke masih diam di depan kelas walaupun punggung Sakura dan Hinata sudah tak terlihat lagi.
“Pagi-pagi melamun itu tidak baik.” kata seseorang disamping Sasuke.
Sasuke menoleh pada orang tersebut dengan tatapan dinginnya seperti biasa.
“Kau menghalangi jalan, pantat ayam” kata orang itu dengan nada malas.
Sasuke memandang tajam orang itu, yang ternyata Shikamaru, salah satu teman baiknya. Sasuke tidak suka ada orang yang menghina gaya rambutnya, cukup kakak dan sepupunya saja, Itachi dan Sai, bahkan Hinata yang sahabatnya sejak kecil saja tak dia izinkan.
Sasuke kemudian masuk ke kelas dengan Shikamaru dibelakangnya. Sasuke kemudian duduk di bangkunya, barisan di dekat pintu nomor dua dari belakang, Shikamaru duduk dibelakangnya dan langsung menelungkupkan kepalanya menjelajahi dunianya.
“Kau hampir terlambat, tuan pantat ayam” kata seseorang disamping kiri Sasuke.
Sasuke menatap orang itu tajam, tapi yang ditatap masih serius membaca bukunya. Orang dengan rambut merah bata dan tato ‘Ai’ di dahinya, yang bernama Gaara, teman baik Sasuke selain Shikamaru. Sasuke benar-benar jengkel kali ini, kenapa pagi-pagi begini mereka sudah mencari masalah dengannya, merusak mood-nya saja.
“Jangan merusak mood-nya yang baru bertemu dengan malaikat’nya’, Gaara” kata Shikamaru dengan kepalanya yang masih menelungkup.
Gaara mengalihkan pandangannya ke Sasuke, kemudian tersenyum mengejek.
“Belum ada perkembangan, eh?” ejeknya.
Shikamaru dan Gaara tahu kalau Sasuke menyukai Sakura. Mereka termasuk orang terpercaya Sasuke, mereka selalu satu kelas sejak SMP, jadi mereka sudah sangat dekat. Hinata juga mengenal Gaara dan Shikamaru.
“Diamlah.” hanya itu yang keluar dari mulut Sasuke, kemudian segera mengambil buku yang belum selesai dibacanya tadi malam.
Gaara kembali tersenyum mengejek kemudian kembali mambaca bukunya, sedangkan Shikamaru hanya menggelengkan kepalanya. Sasuke terlalu menjunjung tinggi gengsinya. Sebenarnya Gaara juga, tapi tidak setinggi Sasuke. Memang Shikamaru, tidak?
.
.
.
Lonceng tanda istirahat sudah berbunyi. Anak-anak kelas 2-1 beramburan keluar kelas, saat guru mereka sudah meninggalkan kelas. Gaara menghampiri Shikamaru yang masih berpetualang di ‘dunianya’.
“Ayo ke kantin Shikamaru” ajak Gaara datar.
“Malas ah, kalian berdua saja. Memangnya kau mau apa, tidak biasanya kau mau ke kantin.”
Mereka memang jarang sekali ke kantin, bahkan kalau bisa mereka tidak perlu ke kantin. Karena setiap mereka memasuki kantin, suasana yang tadinya ramai karena mengantri di stan-stan makanan, jadi ramai karena kedatangan pangeran-pangeran KSHS. Apalagi sikap para siswi, ada yang menjerit-jerit histeris, terpesona sampai tidak bisa bicara dan bahkan ada yang sampai pingsan melihat ketampanan mereka. Jadi sebisa mungkin, Sasuke, Gaara dan Shikamaru menghindari kantin.
“Aku tidak sempat sarapan hari ini, karena ada urusan di jalan. Dan sekarang aku sudah lapar” jawab Gaara dengan intonasi yang masih sama –datar-.
“Heh, ternyata kau tidak kuat menahan lapar Gaara...” ejek Sasuke dengan pandangan masih terfokus pada kamus oxford-nya.
“Hari ini aku ada ekskul.”
“Kau pergi sendiri saja sana...” kata Shikamaru.
“Kalian ingin aku mati di tangan ‘gadis-gadis kanibal’ itu?”
“Kami tidak rugi apapun kalau kau mati” kata Sasuke sadis.
“Hm, Sasuke benar.” timpal Shikamaru.
“Ok, baiklah. Tapi aku tidak janji gadis-gadis itu tidak bersikap lebih buruk dari biasanya saat mengetahui bahwa ‘pangeran ayam’ mereka menyukai seorang gadis ‘gummy’. Dan lagi aku tidak bisa membayangkan bagaimana reaksi Temari-nee kalau mengetahui kekasihnya yang terkadang masih merokok.” kata Gaara panjang lebar sambil berjalan menuju pintu kelas.
Sasuke dan Shikamaru yang mendengarnya sweatdrop lalu memutar bola matanya.
“Kau childish sekali, Gaara.” kata Shikamaru bangkit dari bangkunya kemudian menyusul Gaara yang sudah ada di dekat pintu.
“Hn, kekanak-kanakan” timpal Sasuke yang berjalan dibelakang Shikamaru.
Gaara hanya menyeringai kecil. Kemudian mereka bertiga berjalan menuju kantin.
.
.
.
Seperti biasa suasana di kantin sangat ramai. Antrean-antrean panjang di stan dan suara para siswa yang minta pesanan dimanfaatkan oleh ketiga pangeran KSHS untuk membeli makanan di stan yang sepi. Mereka berjalan berhati-hati agar ‘gadis-gadis kanibal’ itu tidak ada yang menyadari keberadaan mereka. Tapi walaupun berjalan mengendap-endap mereka tetap mempertahankan sikap cool mereka. Bagaimanapun mereka tidak ingin image cool mereka rusak.
Sasuke, Shikamaru, dan Gaara sampai di stan makanan yang sepi dengan selamat. ‘Syukurlah, gadis-gadis kanibal itu tidak ada yang menyadari keberadaanku’ ucap mereka dalam hati. Disana mereka bertemu dengan Sakura dan Hinata yang kebetulan juga sedang memesan makanan.
“Tumben kalian mau ke kantin” kata Hinata.
“Si panda kelaparan.” jawab Shikamaru sekenanya.
Gaara yang merasa diejek, segera melayang deathglare terbaiknya pada Shikamaru.
“Kalian hanya berdua? Dimana teman kalian yang satu lagi?” tanay Gaara berbasa-basi.
“Ino maksudmu, Gaara-kun?”
“Hm, mungkin.”
Hinata memutar bola matanya. Tidak mengerti maksud perkataan Gaara.
“Kalau Ino sih, aku yakin dia sedang dalam program diet. Dia kan memang selalu begitu. Lebih mementingkan bodynya daripada perutnya yang lapar.” kata Shikamaru dengan malas.
“Heh, sepertinya kau mengerti sekali soal Ino, Shikamaru! Apa kau masih tidak bisa melupakan ‘mantan’ pacarmu itu?” goda Sakura yang sedari tadi tidak mengeluarkan suaranya.
Ino memang mantan pacar Shikamaru. Mereka putus saat kelas 3 SMP. Sebenarnya dulu mereka teman kecil, tapi entah mengapa saat kenaikan SMP mereka mengubah status mereka. Sakura saja terkejut mendengar kabar itu dulu, begitu juga saat mereka putus. Mungkin mereka merasa lebih baik menjadi teman saja.
“Tch” hanya itu yang keluar dari mulut Shikamaru mendengar godaan Sakura.
Hinata dan Sakura terkikik. Mereka senang menggoda Shikamaru, apalagi kalau ada Ino.
“Kau sariawan ya Sasuke?” tanya Hinata pada Sasuke yang daritadi diam saja.
Sakura yang tadi masih terkikik kini mengalihkan pandangannya pada Sasuke yang sedari tadi menatapnya. Sakura yang ditatap jadi salah tingkah sendiri.
“Jangan memandang Sakura-chan seperti itu Sasuke, kau membuatnya takut. Hm, kau terpesona dengan kecantikan Sakura-chan ya?”
“Tch.” decih Sasuke sambil berjalan menghampiri Gaara yang sedang memesan makanan.
Sakura terlihat tersinggung dengan tanggapan Sasuke, padahal tadi dia sempat blushing saat mendengar godaan Hinata. Hinata yang menyadarinya segera menghibur Sakura.
“Ah, jangan dipikirkan yaa Sakura-chan. Sasuke memang seperti itu, terlalu menjunjung tinggi gengsinya padahal sebenarnya dia benar-benar terpesona denganmu.”
Sakura hanya tersenyum tipis menanggapinya. Shikamaru menggeleng-gelengkan kepala melihat tanggapan Sasuke tadi. Bodoh, pikirnya.
“Kau membuat image buruk dimatanya.” kata Gaara yang ternyata daritadi memperhatikan mereka.
Sasuke tidak menaggapi perkataan Gaara dan malah memesan jus tomat kesukaannya.
“Kalau kau memang menyukainya seharusnya kau bisa menunjukkan sedikit perhatian padanya, bukannya malah bersikap seperti tadi. Jangan hanya memikirkan gengsimu, kalau kau begitu terus kau tidak akan pernah mendapatkannya.” nasehat Gaara panjang lebar.
“Sejak kapan Tuan Muda Sabaku menjadi banyak bicara?” tanya sinis Sasuke.
“Aku hanya ingin membantumu.” kata Gaara dingin dan kemudian menyusul Shikamaru, Hinata dan Sakura yang sudah mendapat tempat duduk.
Sasuke menghela nafas berat saat Gaara sudah meninggalkannya.
.
.
.
Selama jam pelajaran terakhir ini pikiran Sasuke tidak bisa fokus pada apa yang diterangkan oleh guru yang sedang mengajar. Padahal biasanya dia selalu memperhatikan ketika guru menerangkan, walau tanpa memperhatikan pun dia sudah paham. Pikirannya dipenuhi dengan Sakura. Bayangan wajah Sakura yang tersinggung selalu menghampirinya. Sebenarnya tadi Sasuke menyadari bahwa Sakura tersinggung dengan sikapnya saat di kantin, dan dia pun merasa bersalah. Tapi karena gen seorang Uchiha, dia enggan minta maaf, walaupun sebenarnya sangat ingin. Belum lagi, kata-kata Gaara tadi. Kata-kata itu juga menghantuinya, menambah-nambahi pikirannya saja. Sepertinya dia harus minta bantuan Hinata lagi.
TENG TEENG TEENG TENG!!!
Lonceng tanda berakhirnya pelajaran hari ini telah berbunyi. Suasana kelas yang tadinya sunyi kini menjadi riuh. Anak-anak heboh membicarakan rencana mereka setelah pulang sekolah. Gaara dan Shikamaru juga sudah bersiap pulang, tapi begitu melihat Sasuke yang masih dima saja, bahkan belum membereskan buku-bukunya, mereka menghampiri Sasuke.
“Sepertinya tuan ‘pantat ayam’ hari ini suka sekali melamun.” kata Shikamaru sambil duduk dibangku yang ada di depan Sasuke.
“Dia sedang merencanakan masa depannya dengan nona ‘gummy’.” timpal  Gaara.
Sasuke yang mendengarnya lanagsung men-deathglare mereka. Hari ini mereka benar-benar menjengkelkan. Bukan hanya karena dirinya yang diejek, tapi juga Sakura. Dia tidak suka kalau ada yang mengatai Sakura ‘gummy’.
Gaara dan Shikamaru yang mendapatkan deathglare dari Sasuke malah terkekeh. Menurut mereka menggoda Sasuke yang sedang kasmaran adalah hiburan yang menarik. Jarang-jarang bisa melihat wajah Sasuke yang sedang marah, karena biasanya dia selalu bisa mempertahankan poker face-nya meski digoda seperti apapun.
Sasuke segera membereskan buku-bukunya dan berjalan keluar kelas. Dia segera menuju parkiran. Sasuke memutuskan untuk menunggu Hinata di parkiran saja, dia belum siap bertemu Sakura. Lagipula kalau Sakura melihat Sasuke pasti selalu memasang wajah kecewa. Sebenarnya Sasuke heran juga, untuk apa Sakura kecewa. Tapi dia tidak ingin terlalu memikirkannya, mungkin memang sikapnya yang sudah keterlaluan.
.
.
.
“Sampai jumpa Sakura-chan, Ino-chan!” seru Hinata pada Sakura dan Ino sambil berlari menghampiri Sasuke yang sudah menunggu di parkiran.
“Sudah lama?”
“Tidak juga.”
“Sebaiknya kita segera pulang, aku ada janji dengan Hanabi-chan.”
“Hn.”
Kemudian mobil Sasuke meluncur menyusuri jalan menuju ke komplek perumahan rumah Sasuke dan Hinata. Seperti biasa tidak ada pembicaraan diantara mereka sampai tiba di depan rumah Hinata. Hinata keluar dari mobil Sasuke setelah mengucapkan termia kasih. Dia hendak masuk saat  Sasuke memanggilnya.
“Hinata...”
“Ya?”
“Sore ini kau bisa datang ke rumahku?”
“Eh? Ada apa memangnya?”
“Sudahlah datang saja, akan aku ceritakan di rumah.”
“Mm, baiklah.”
“Hn, kalau begitu sampai jumpa dan... arigatou.” Sasuke langsung masuk ke mobilnya tanpa menunggu jawaban dari Hinata.
Hinata masih memandangi mobil Sasuke sampai mobil Sasuke masuk garasi.
“Apa tentang Sakura?” bisik Hinata dengan mata menatap rumah Sasuke sayu.
.
.
.
~~~TBC~~~








Chapter 4

Setelah menyiapkan makan malam, Hinata pergi ke kamarnya untuk mengganti baju dan segera ke rumah Sasuke. Hinata tahu sahabatnya itu palin tidak suka kalau disuruh menunggu, apalagi ini sudah hampir malam, padahal tadi sian Sasuke menyuruhnya datang sore. Yaah, mau bagaimana lagi Hinata juga punya urusan yang harus diselesaikan di rumah. Seperti mengajari Hanabi membuat kue,  entah kenapa tiba-tiba saja si tomboy Hyuuga itu ingin sekali bisa membuat kue. Hm, mungkin karena sekarang dia sedang dekat dengan Saratobi junior. Hinata sering tersenyum sendiri jika membayangkannya, dia tidak menyangka Hanabi bisa suka laki-laki. Oh, ayolah Hinata bagaimanapun adikmu itu juga perempuan kan...
Setelah mengganti baju dan menyisir rambutnya Hinata turun dan mencari Hanabi. Tapi dia tidak menemukannya. Pasti sedang asik di kamar, batinnya dalam hati.
“Hanabi-chan...”
Tidak ada jawaban.
“Hanabi-chan....”
“Iya iya nee-chan... Ada apa, sih?” sahut Hanabi dari dalam kamar.
“Aku mau ke rumah Sasuke-kun.”
“Yaaa, pergi saja... apa perlu diantar? Rumahnya kan hanya di depan rumah kita.”
“Aku Cuma mau berpamitan Hanabi-chan...”
“Iya iya, sudah sana pergi....”
“Kau mengusirku Hanabi-chan?” tanya Hinata pura-pura sedih.
“Ahh, nee-chan sebenarnya jadi pergi tidak sih, kalau pergi ya pergi saja sana, nee-chan menggangguku tau...” gerutu Hanabi frustasi seraya keluar dari kamar.
“Kau benar-benar mengusirku...”
“Astaga, baiklah baiklah.... nee-chan jadi pergi? Apa perlu kuantar?” tanya Hanabi lembut yang kentara sekali sedang menahan amarahnya.
“Hihihi, tidak perlu kok Hanabi-chan. Aku pergi dulu yaa...”
“Huh, iya iya... hati-hati di jalan” kata Hanabi sambil lalu seraya berjalan menuju kamarnya.
Baru saja Hanabi mau masuk kamar, tapi dia mengurungkan niatnya karena ada seseorang yang memanggilnya. Kejengkelannya semakin bertambah saat mengetahui yang memanggilnya adalah nee-chan nya tercinta –Hinata-.
“Oya, Hanabi-chan....”
“Nee-chan........” geram Hanabi.
“Ja-jangan memasang wajah seperti itu imouto-chan, aku Cuma mau bilang kalau makan malam sudah siap-”
“Yaa sudah sana.” katanya seraya masuk kamar.
“E-eh? Tapi aku belum selesai bicara Hanabi-chan....”
“Astaga.... ada apa  lagi sih nee-chan?? Cuma mau pergi ke rumah Sasuke-nii kok ribet banget....” seru Hanabi gregetan.
“A-ano, tou-sama malam ini tidak pulang.”
“Huh, biarkan saja. Jadi, apa nee-chan jadi pergi ke rumah Sasuke-nii?”
“Te-tentu saja jadi. Aku pergi dulu.” pamit Hinata seraya menuju pintu depan.
“Huh, mengganggu saja. Kalau perlu ‘orang itu’ tidak usah pulang.” gerutu Hanabi sambil masuk ke kamarnya dengan muka cemberut.
Memang seperti itulah Hanabi kalau ayahnya tidak pulang. Padahal kalau Hiashi di rumah dia sering bermanja-manja padanya. Dasar Hanabi!
.
.
.
“Hinata-chan... Sudah lama kamu tidak main kesini...” sapa Mikoto ketika membukakan pintu untuk Hinata.
Hinata yang mendapatkan sapaan begitu hanya tersenyum sopan. Padahal baru minggu kemarin dia main kesini.
“Jangan berlebihan kaa-san, baru juga seminggu Hinata tidak kesini.” kata Itachi yang baru keluar dapur sambil membawa apel.
“Apa iya? Kok rasanya sudah lama yaaa...”
“Seharusnya kau minta bayaran padanya Hinata.” kata Itachi tidak mempedulikan gumaman Mikoto.
“Eh??”
“Pasti si ‘pantat ayam’ itu ingin minta bantuanmu kan...”
“Oh. Ti-tidak apa kok nii-san, aku senang bisa membantu Sasuke. Bagaimanpun dia kan sahabatku.”
“Hm, memang begitulah Hyuuga Hinata.” kata Itachi seraya tersenyum tipis.
“Sebaiknya kau ke kamar Sasuke saja Hinata, aku yakin dia sudah menunggumu. Tadi dia berpesan kalau kau sudah datang langsung ke kamarnya saja.” kata Mikoto yang merasa diabaikan.
“Ah, iya Mikoto baa-san. Permisi.”
.
.
.
Baru saja Hinata menutup pintu, dia sudah disambut suara dingin sahabatnya.
“Kenapa lama sekali?” tanya Sasuke datar.
“Maaf, tadi aku ada urusan dengan Hanabi-chan, dan tertahan lumayan lama dibawah.”
“Tch.”
Hinata hendak duduk disofa, saat Sasuke kembali mengeluarkan suaranya.
“Duduk disini saja.” katanya seraya menepuk permukaan kasur yang didudukinya.
Hinata hanya menurut. Sambil berjalan menuju tempat tidur Sasuke, Hinata memperhatikan barang-barang yang ada di kamar Sasuke.
‘Tidak banyak berubah’, pikirnya. Dulu ketika masih kecil, Hinata sering main ke rumah Sasuke. Mereka akan bermain di taman belakang. Setelah lelah, biasanya mereka istirahat di kamar Sasuke sambil berbagi cerita atau menggambar. Terkadang Hinata sampai tertidur di kamar Sasuke.
Tapi, bukan berarti sekarang Hinata tidak pernah main ke rumah Sasuke. Sekarang pun, dia masih sering ke sana. Hanya saja, sekarang dia sudah tidak pernah masuk ke kamar Sasuke. Karena mereka sekarang sudah bukan anak kecil lagi, mereka sudah remaja. Biasanya kalau dia ke rumah Sasuke, dia hanya akan duduk-duduk di taman belakang yan biasanya sering menjadi tempat main mereka saat masih kecil sambil mendengarkan cerita dan keluh kesah Sasuke. Seingatnya terakhir kali dia masuk kamar Sasuke saat Sasuke sakit karena stres menjelang ujian akhir sekolah. Bahkan orang sejenius Sasuke pun bisa stres menghadapi ujian. (apalagi saya ==” #plak)
Dan ternyata setelah sekian lama Hinata tidak kesini, kamar ini tidak banyak berubah atau mungkin tidak berubah sama sekali. Cat kamarnya masih biru tua. Tidak ada foto keluarga, hanya ada foto mereka saat SD yang diletakkan di meja kecil disamping tempat tidur. Kamar ini terasa lengang. Hanya ada tiga sofa dan meja belajar di kamar yang seluas ini. Sasuke memang tidak suka kalau kamarnya terlihat ramai.
“Jadi, apa yang ingin kau bicarakan?” tanya Hinata setelah hening beberapa saat.
“Ini... tentang... Sakura” jawab Sasuke lirih dipanjang-panjangkan.
‘Sudah kuduga.’
“Ke-kenapa d-dengan Sakura-chan?” tanya Hinata sekuat tenaga menahan suaranya agar tidak bergetar.
“Apa aku sudah berlebihan Hinata?” tanya Sasuke yang sama sekali tidak menjawab pertanyaan Hinata.
Hati Hinata mencelos saat melihat mata Sasuke. Belum pernah dia melihat mata Sasuke yang begitu redup. Belum pernah dia melihat mata Sasuke yang dipenuhi rasa bersalah.
‘Begitu besarnya kah pengaruh Sakura untukmu, Sasuke?’ batin Hinata perih.
“Hm, kurasa kau memang sedikit berlebihan.” Hinata sekuat tenaga menahan air matanya agar tidak jatuh, karena sekarang matanya terasa begitu panas.
“Apa yang harus kulakukan Hinata?”
“Minta maaf padanya.”
“Itu sulit.”
“Abaikan darah Uchihamu kalau kau tidak ingin kehilangan Sakura-chan. Kau pasti akan sangat menyesal ketika melihat dia sudah menjadi milik orang lain.”
“Kau mau membantuku?”
“Bahkan minta maaf pun kau minta bantuanku, Uchiha?” sindir Hinata setengah bercanda untuk mencairkan suasana.
“Heei, kau bilang kau ingin membantuku kan...”
Setidaknya usaha Hinata mencairkan suasana sedikit berhasil. Kini binar di mata Sasuke sudah ada yang kembali.
“Itu bukan berarti aku membantumu dalam segala hal kan, kau juga harus berusaha sendiri.”
“Tch, bagaimana caranya aku minta maaf padanya?”
Hinata memutar bola matanya. Sasuke yang di sampingnya ini tidak seperti Sasuke yang biasanya, bukan Uchiha Sasuke  yang jenius, bukan Sasuke yang merupakan rival sekaligus teman Nara Shikamaru dan Sabaku Gaara. Sasuke yang disampingnya ini seperti bocah berusia dua tahun, yang belum mengerti apa pun.
“Astaga Sasuke! Apa memang seorang Uchiha tidak pernah diajarkan untuk minta maaf? Atau kau Uchiha terbodoh sepanjang sejarah?”
“Aku serius Hinata. Aku tidak tau bagaimana cara minta maaf maaf padanya.”
“Kau benar-benar butuh bantuanku yaa?” tanya Hinata dengan wajah pura-pura malas.
“Kalau tidak ikhlas, sebaiknya tidak usah.” jawab Sasuke sambil mendengus.
“Hihihi, jangan marah begitu... Baiklah, aku  akan membantumu tapi aku hanya akan mencarikan momen yang tepat, selebihnya kau yang harus berusaha sendiri.”
“Momen yang tepat?”
“Yaa, minta maaf kan juga perlu momen yang tepat kalau untukmu. Atau kau ingin besok?”
“Aku rasa kau benar. Aku belum siap kalau besok.”
‘Dasar minta maaf saja perlu persiapan.’
“Kalau begitu menurutmu kapan momen yang tepat?”
“Hm.... Biar kupikirkan dulu. Kau latihan saja dulu.”
“Heh, sepertinya kau meremahkanku sekali Hinata.”
“Kau kan, memang payah dalam hal ini Sasuke. Terima kenyataan saja.”
“Tch. Tapi terima kasih Hinata. Kau memang sahabat terbaikku.”
“Sahabatmu kan memang hanya aku.” canda Hinata.
Sasuke hanya menanggapinya dengan senyum tulus. Senyum yang hanya diperlihatkannya pada Hinata, sahabatnya.
‘Kenapa rasanya sakit? Padahal senyum dan mata Sasuke yang berbinar sudah kembali. Seharusnya aku senang kan? Kenapa malah perih yang kurasakan?’
.
.
.
Sabtu, saat pulang sekolah....
“Kau yakin tidak bisa ikut Ino-chan?” tanya Hinata pada Ino saat keluar kelas.
“Hm, sepertinya tidak bisa Hinata-chan.”
“Dia kan ada kencan denga si ‘mayat hidup’ itu, Hinata” timpal Sakura yang baru keluar kelas.
“Heee, Sai bukan mayat hidup.... Setidaknya dia mau tersenyum-“
“Walau tidak tulus.” potong Sakura dan Hinata bersamaan sebelum Ino menyelesaikan kalimatnya.
Ino yang merasa jengkel pada kedua temannya itu mempercepat langkahnya menuju tangga.
“Hei hei hei Pig, jangan ngambek begitu... Kita kan hanya bercanda, iya kan Hinata?”
“Iya, Ino-chan. Kami hanya bercanda kok...”
Ino pura-pura tidak mendengar dan malah mempercepat langkahnya.
Hinata dan Sakura mengejar Ino dengan berlari-lari kecil. Saat sampai di depan kelas Sasuke, mereka menolehkan kepala mereka untuk melihat keadaan kelas 2-1. Ternyata sudah sepi, hanya ada beberapa siswa yang sedang piket. ‘Sepertinya Sasuke sudah menunggu di parkiran’, pikir Hinata.
“Heeeii Ino-pig! Jangan cepat-cepat!” seru Sakura pada Ino yang sudah jauh di depan mereka.
“T-tunggu kami Ino-chan....”
Akhirnya Ino berhenti dan berbalik mengahadap Sakura dan Hinata.
“Baiklah. Aku akan ikut kalian.”
“E-eh? Kalau memang tidak bisa, tidak usah tidak apa-apa kok Ino-cha” Hinata jadi merasa tidak enak pada Ino.
“Tidak apa kok Hinata-chan... Masa kau nanti mau jadi obat nyamuk sih?”
“E-eh?”
“Apa maksudmu, Pig?”
“Kau tidak perlu tau, Forehead.”
Sakura hanya mendengus sebal.
“Kau yakin Ino-chan?”
“Tentu saja.” jawab Ino dengan tersenyum lebar membayangkan hari minggu besok.
.
.
.
“Daaaaah, Sakura-chan, Ino-chan.... Sampai jumpa!!”
Hinata berlari menghampiri Sasuke yang sudah stand by di depan mobilnya.
“Kau lama sekali.”
“Maaf.”
“Kau sekarang jadi suka membuat orang menunggu.”
“Bu-bukan begitu, tadi aku ada sedikit urusan. Ma-maaf.”
“Sudahlah. Ayo pulang.”
Mobil Sasuke meluncur meninggalkan KSHS yang sudah mulai sepi.
Tidak seperti biasanya, Sasuke mengawali pembicaraan di antara mereka.
“Siang ini kaa-san mengundangmu untuk makan siang bersama.”
“Eh? Memangnya ada acara apa?”
“Tidak ada. Hanya saja okaa-san rasa dia sudah lama sekali tidak berbincang-bincang denganmu.”
“T-tapi kalau siang ini aku tidak bisa. Aku sudah janji akan menemani tou-sama makan di luar.”
“Tidak biasanya Hiashi jii-san mau makan di luar.”
“Entahlah, aku sendiri juga tidak tau. Sepertinya dia ingin menebus kesalahannya pada Hanabi-chan tadi malam karena tidak pulang.”
“Hn, kalau begitu lain kali saja. Akan kuberitahu okaa-san.”
“Sampaikan permintaan maaf ku yaa...”
“Hn.”
Suasana diantara mereka kembali hening. Mobil Sasuke berhenti di depan rumah Hinata. Hinata membuka pintu mobil hendak turun setelah mengucapkan terima kasih, tapi dia mengurungkan niatnya dan kembali mengahadap Sasuke.
“Apa ada yang tertinggal?” tanya Sasuke datar.
“Tidak. Besok jadi kan?”
Sasuke tampak mengerutkan keningnya mengingat-ingat besok ada acara apa dengan Hinata. Semenit kemudian dia ingat sudah janji pada Hinata untuk menemaninya ke toko buku besok.
“Hn.”
Hinata tampak tersenyum senang. Walaupun sebenarnya hatinya sedikit terluka membayangkan apa yang terjadi besok.
“Kalau begitu sebaiknya kau siapkan dirimu, Sasuke”
Sasuke mengerutkan keningya lagi, heran apa maksud perkataan Hinata.
“Apa maksudmu Hinata?”
“Sebaiknya kau sudah banyak latihan akhir-akhir ini.”
“Aku tidak mengerti, Hinata.”
Hinata hanya tersenyum simpul dan keluar dari mobil Sasuke.
“Sampai jumpa besok Sasuke.” katanya seraya berlari memasuki rumahnya.
‘Semoga yang kulakukan ini benar Sasuke.’
.
.
.
~~~~TBC~~~~





1 komentar:

  1. Waw, cerita'y bener2 bagus bngt, tp bisa gak di akhir cerita, sasuke'y akhir'y sadar klw yg bnar2 dia butuhkan bukan sakura, tp melainkan hinata,
    Klw gak bisa gak gara di buat cinta sama hinata, atw gak naruto yg suka sama hinata, masa hinata gak da yg suka sich..

    BalasHapus