Copyright © Color of World
Design by Dzignine
Jumat, 15 Juni 2012

Two Hearts, Part 2 (Chapter 5)

Haihaihai minna~ ^^
Ehm, saya nggak nyangka lhoo ternyata fanfic yang kemarin (dulu) saya post ternyata ada juga yang berminata membacanya, cukup banyak pula. Hm, sebenernya sih saya kemarin keblabasn nge post nya, itu seharusnya sampai Chapter 2 dulu, eh nggak taunya udah sampai chapter 4 -__- daripada saya nge post ulang kan ribet plus lama, jadi biarin aja deh.. paling juga nggak ada yang baca.. tapi ternyata ada juga peminatnya, jadi saya post nih lanjutannya. Jadi ini dimulai chapter 5, nanti kalau chapter ini dapet respon yang lumayan, aku post lanjutannya deh..

Okeh, ini dia.. Happy Reading, readerdeul ^^

Chapter 5

Malam yang sunyi nan indah. Bintang-bintang bertebaran di angkasa menemani sang bulan. Langit pun terlihat cerah. Di sebuah taman rumah tampak seorang gadis yang sedang menikmati udara malam yang sejuk di musim semi ini. Gadis itu memakai rok putih selutut dan sweater violet.

Hyuuga Hinata. Dia suka menghabiskan malam dengan duduk-duduk di taman samping rumahnya, apalagi saat musim semi. Suasana yang tenang mampu menenangkan pikirannya yang sedang galau. Matanya yang biasanya memancarkan kelembutan kini terlihat sayu. Senyum lembut yang menenangkan kini digantikan senyum pahit mengingat kejadian tadi siang. Ya, tadi siang adalah sebab utama sang lavender kehilangan cahayanya.

Padahal dia sudah memantapkan hatinya, akan mengembalikan pesona sahabatnya walau harus melukai hatinya sendiri. Tapi kenyataannya saat di toko buku tadi air matanya hampir jatuh. Ternyata rasanya lebih sakit daripada yang ia bayangkan. Rasanya saat ini juga ia ingin menangis sepuasnya. Tapi dia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak menangis, jika ia menangis itu artinya dia tidak suka melihat sahabatnya bahagia, itu artinya dia lebih suka melihat sahabatnya yang bagaikan tak mempunyai semangat hidup. Setidaknya itulah yang dipikirkan gadis itu.
.
.
.
Flashback

Setelah Hinata menjelaskan rencananya pada Sasuke, mereka; Sasuke, Hinata, Sakura, Ino; segera berangkat ke toko buku.

Ino dan Hinata duduk di kursi penumpang belakang, sedangkan Sakura –tentu saja- duduk di kursi penumpang samping kemudi, dengan kata lain Sakura duduk di samping Sasuke. Awalnya dia tidak mau, tapi karena dipaksa dan desakan dari Ino dan Hinata akhirnya dia mau. Mereka bilang ada yang perlu mereka diskusikan, saat Sakura bertanya mereka hanay memasang wajah menyebalkan, yaah sebenarnya hanya Ino, Hinata hanya memasang senyum saja. Sakura yakin pasti ada yang mereka rencanakan.

Hinata dan berbincang asik di kursi belakang. Sedangkan suasan canggung tercipta di kursi depan.

“Kenapa kalian diam saja?” tanya Hinata.

“Bukankah kau selalu berharap bisa ngobrol dengan Sakura, Sasuke?” goda Ino.

Sakura yang mendengar godaan Ino hanya bisa berblushing ria, sedangkan Sasuke langsung melayangkan deathglare terbaiknya pada Ino lewat kaca.

“Jangan malu-malu Sasuke,” tambah Hinata.

Kini deathglare Sasuke beralih ke Hinata. Matanya seolah-olah berkata ‘kenapa kau ikut-ikutan’. Hinata hanya memasang wajah innocentnya.

“Kalian ngomong apa sih?” Sakura yang sudah tidak tahan karena digoda terus akhirnya bersuara.

“Coba lihat wajahmu Forehead! Setahuku wajahmu yang semerah itu hanya terlihat kalau kau sedang berada didekat orang yang kau sukai...”

“Berarti kau menyukai Sasuke, Sakura-chan?”

“A-apa? Te-tentu saja tidak. Jangan dengarkan omongannya Ino-pig, Hinata...”

“Kenapa kau jadi salah tingkah begitu, Forehead?”

“Diamlah, Pig.” ketus Sakura.

Hinata hanya tersenyum melihat pertengkaran kecil kedua temannya. Merupakan salah satu hobinya melihat pertengkaran Sakura dan Ino. Hinata mengalihkan pandangannya pada Sasuke. Saat itu Sasuke juga sedang menatapnya tajam melalui kaca kemudi. Hinata tersenyum simpul menanggapi tatapan tajam Sasuke.

‘Yaah, setidaknya itu lebih baik daripada melihat matamu yang sayu.’

Waktu yang ditempuh untuk sampai di toko buku dari taman Konoha hanya sekitar 30 menit. Dengan diwarnai pertengkaran Sakura dan Ino perjalanan jadi terasa lebih cepat. Kini mereka sudah sampai di toko buku sekaligus perpustakaan umum Konoha.

“Ohayou, Jiraiya-san...” sapa Hinata saat sudah memasuki toko buku.

Jiraiya adalah pengarang terkenal se-Konoha sekaligus pemilik toko buku dan perpustakaan itu. Hinata sangat mengagumi karya-karya Jiraiya. Tapi tidak semua karya Jiraiya, Hinata suka. Sebagian karya Jiraiya hanya diperuntukkan untuk kalangan dewasa.

Jiraiya dan Hinata sudah saling mengenal, karena Hinata sering sekali berkunjung ke toko buku itu. Entah untuk membeli buku atau hanya sekedar untuk membaca di perpustakaan.

“Oh, Hinata... Sudah lama kamu tidak kesini...”

“Iya. Sepertinya sekarang saya tidak bisa sering-sering kesini.”

“Kau sudah kelas 2 sih yaa... Hm, tidak biasanya kau datang ramai-ramai begini”

“Eh? Oh, kebetulan teman-teman saya juga sedang mencari buku, jadi kami pergi bersama saja.”

“Oh... Yaa sudah, selamat berbelanja kalau begitu,” kata Jiraiya seraya mengedipkan matanya pada Ino yang ada di samping Hinata.

Ino yang ada disamping Hinata menjadi ngeri sendiri. ‘Udah tua gitu kok, masih genit...’

“Kalau begitu kami permisi,” pamit Hinata sopan.

“Ya. Selamat bersenang-senang,” kata Jiraiya sambil tersenyum genit pada Ino.

Saat dirasanya sudah jauh dari Jiraiya, Ino berbisik pada Hinata.

“Kenapa kau bisa akrab dengan kakek-kakek genit macam dia, Hinata-chan?”

“Jiraiya-san maksudmu?”

“Siapa lagi kalau bukan dia...”

“Yaah, dia memang genit... tapi kalau denganku tidak kok...”

Ino hanya memutar bola matanya mendengar jawaban Hinata. Yaah, Hinata kan orangnya lembut, sopan, dan tidak neko-neko, jadi Jiraiya merasa tidak enak kalau menggoda Hinata.

“Kau mau cari buku apa, Sasuke?” tanya Hinata pada Sasuke.

“Kamus.”

“Memang kamusmu yang hampir satu lemari penuh belum cukup?”

“Jangan berlebihan. Aku hanya punya 4 kamus.”

“Kamus sebanyak itu untuk apa?” timpal Ino.

“Kukira kau cukup pintar untuk mengetahuinya.”

Ino mendengus sebal mendengar jawaban Sasuke. ‘Tadi saat Hinata menanyainya saja dijawab...’ gerutu Ino dalam hati.

“Sakura-chan? Kenapa diam saja? Apa kau sakit?” tanya Hinata beruntun pada Sakura.

“E-eh?? T-tidak kok...” jawab Sakura kelabakan.

“Kau juga mau mencari kamus kan, Sakura-chan?”
“I-iya...”

“Sejak kapan kau gagap, Forehead?”

“Aku tidak gagap,” ketus Sakura pada Ino

“Sudah sudah... Kalau begitu Sakura-chan sama Sasuke saja yaa...”

“E-eh??” wajah Sakura langsung memerah mendengar perkataan Hinata.

 “Kalian kan sama-sama mau mencari kamus, aku dan Ino-chan mau mencari novel...”

“Sampai jumpa, Forehead... Heh, ‘pantat  ayam’, baik-baik sama Sakura yaa..” kata Ino seraya menarik Hinata ke rak buku bagian novel.

Sepeninggal Hinata dan Ino, suasan diantara Sasuke dan Sakura jadi canggung.

“Hn, kau mau terus berdiri disini atau mau mencari buku?”

“E-eh, tentu saja cari buku...”

 “Hn, kalau begitu ayo...”

‘E-eh? I-itu tadi Sasuke mengajakku kan?’

“I-iya...”

“Hihihi, sudah lama aku tidak melihat wajah Forehead yang seperti itu...” kata Ino.

Ternyata sedari tadi mereka mengawasi Sasuke dan Sakura dari balik rak buku tidak jauh dari tempat mereka berdiri tadi.

“Hm, ternyata Sakura-chan bisa juga menjadi seperti itu...”

“Yaah, begitulah dia kalau sedang menyukai seseorang... Nah, sekarang kau mau cari buku apa Hinata-chan? Biar kutemani kau...”

“Mm, kita ke bagian buku-buku kedokteran dulu...”

“Wah, ternyata kau tertarik dengan ilmu kedokteran yaa Hinata...”

“Mm, tidak juga. Aku hanya ingin membelikan buku untuk aniki yang minggu depan akan pulang.”

“Oh... Kalau begitu ayo...”

Sepertinya sudah lama mereka berempat berkeliling. Sakura dan Sasuke mencari buku di bagian dictionary, sedangkan kini Ino dan Hinata sedang mencari novel.

Ketika sedang membaca resensi sebuah novel, Hinata melihat Sasuke sedang tersenyum pada Sakura. Senyum yang biasanya hanya ditunjukkan pada Hinata. Hinata merasakan perih dihatinya.

“Sepertinya ‘pantat ayam’ berhasil mengeluarkan kata maaf dari bibirnya,” kata Ino yang juga sedang memperhatikan mereka.

“Ya. Akhirnya dia bisa mengesampingkan egonya.”
‘Seharusnya aku senang kan? Bukankah ini yang aku inginkan? Tapi kenapa hatiku rasanya perih sekali?’

End of Flashback
.
.
.
Hinata hampir saja menteskan air matanya kalau dia tidak mendengar suara yang sangat dikenalnya.

“Kau bisa masuk angin.”

Sasuke. Ya, dialah yang telah membuat lavender yang biasanya terlihat indah kini terihat layu. Dialah orang yang telah membuat sinar dimata Hinata hilang entah kemana. Dialah orang yang telah membuat mata Hinata yang biasanya memancarkan ketenangan bagi yang menatapnya kini menimbulkan kekhawatiran bagi yang menatapnya. Dialah orang yang telah menghilangkan senyum lembut Hinata. Dialah orang yang mengisi tempat spesial di hati Hinata sekaligus orang yang menghancurkan hatinya. Sahabatnya; Uchiha Sasuke.

“Kau sedang apa Sasuke? Kau bisa sakit...”

“Tch. Seharusnya aku yang mengatakan itu padamu Hinata. Kau sedang apa?”

“Kurasa kau sudah tau jawabannya Sasuke.”

“Hn. Kau sedang ada masalah?”

“Masalah? Bukankah setiap orang pasti punya masalah...” jawab Hinata tanpa memandang Sasuke.

“Apa kau sakit, Hinata?”

“Kenapa kau jadi banyak bertanya Sasuke... Sejak kapan ‘Pangeran Es’ sepertimu jadi banyak bicara?”

“Aku khawatir padamu Hinata,” jawab Sasuke sedikit mendengus.

Hinata yang mendengarnya merasa sedikit terhibur. Menggoda Sasuke merupakan salah satu hobinya, dia mendapat kesenangan tersendiri karenanya. Hinata mengalihkan pada Sasuke yang duduk disampingnya.

“Apa aku terlihat seperti orang sakit, Sasuke?” tanya Hinata dengan menunjukkan wajah innocentnya.

“Tch.”

Hinata hanya terkikih geli menanggapinya.

“Okaa-san menagih janjimu.”

“Janji? Memangnya aku punya janji dengan Mikoto baa-san?” tanya Hinata sambil mengalihkan pandangannya kembali ke angkasa.

“Makan siang.”

Hinata tampak mengernyitkan dahinya, tidak mengerti maksud perkataan singkat Sasuke. Tapi sedetik kemudian dia ingat Mikoto telah mengundangnya untuk makan siang bersama.

“Memangnya kapan?”

“Besok.”

“Hm, besok tou-sama pulang malam dan Hanabi-chan ada acara dengan teman-temannya... Yaah, boleh lah... tapi apa tidak merepotkan?”

“Tentu saja tidak. Kaa-san sendiri yang mengundangmu kan...”

“Yaa, baiklah...”

Setelah itu tidak ada yang bicara. Mereka selalu menyukai keheningan yang tercipta diantara mereka, walaupun terkadan Hinata merasa jengah juga.

“Sebaiknya kau segera masuk Hinata, udaranya sudah mulai dingin.”

 ‘Kenapa kau perhatian sekali, Sasuke? Kalau begini aku akan lebih sulit untuk membuang perasaan ini’

“Hinata?” panggil Sasuke karena tidak mendapat tanggapan dari Hinata. Dia mulai khawatir, tidak biasanya 

Hinata begini. Hinata adalah orang yang tidak suka melamun, dan sekarang dia sedang melakukannya. Pandangannya terlihat kosong.

“Hinata?” panggil Sasuke lagi.

“Hm, ya. Sebaiknya kau juga segera pulang, Mikoto baa-san dan Ita-nii pasti mencarimu,” jawabnya seraya berdiri dari duduknya.

“Hn. Kau yakin baik-baik saja, Hinata?” tanya Sasuke memastikan.

Hinata tersenyum menanggapi pertanyaan Sasuke. Sepertinya dia benar-benar khawatir, pikirnya.

“Ya. Selamat malam Sasuke,” pamit Hinata seraya berjalan memasuki rumahnya.
.
.
.

“Kenapa baru datang, Hinata-chan?”

“Kenapa tidak berangkat bareng Sasuke?”

“Kalian sedang bertengkar yaa?”

Baru saja Hinata memasuki kelasnya, dia sudah diberondong pertanyaan oleh dua temannya; Ino dan Sakura.

“Mm, t-tidak ada apa-apa kok Ino-chan, Sakura-chan... Aku hanya kesiangan saja...”

“Kau kesiangan Hinata?” tanya Sakura dan Ino kompak. Mereka tidak percaya seorang Hyuuga Hinata bisa bangun kesiangan.

“Apa kau sakit Hinata-chan?”

“Atau sedang ada masalah?”

“T-tidak kok... Aku hanya kelelahan saja, jadi kesiangan... Aku baik-baik saja, Sakura-chan, Ino-chan...”
Baru saja Sakura dan Ino mau bertanya lebih lanjut pada Hinata, lonceng tanda masuk sudah berbunyi. 
 Karena hari ini jam pertama pelajaran Asuma-sensei yang super disiplin, Ino dan Sakura segera menuju tempat duduk mereka.

‘Syukurlah...’
.
.
.
Lonceng tanda istirahat sudah berbunyi. Hinata segera melesat menuju perpustakaan. Dia tidak ingin Sakura dan Ino menanyainya lagi tentang bangunnya yang kesiangan. Hinata tidak ingin Sakura dan Ino menjadi curiga, karena Hinata tidak pandai berbohong, setiap dia berbohong gagapnya pasti kambuh dan dua temannya itu sudah hafal dengan kebiasaan Hinata tersebut. Hinata tidak ingin mereka menyadari kesedihan Hinata, apalagi sekarang Sasuke dan Sakura sudah mulai dekat.

Jadi, disinilah Hinata sekarang. Perpustakaan. Tempat favoritnya selain taman KSHS. Di perpustakaan dia juga bisa mendapatkan ketenangan. Namun, tidak untuk kali ini. Berharap dapat menghindar dari kedua temannya yang memiliki rasa ingin tahu diatas rata-rata, kini disini Hinata justru bertemu dengan sahabatnya yang dari tadi malam sangat mengkhawatirkan keadaan Hinata. Uchiha Sasuke.

Padahal Hinata belum mau bertemu dengan Sasuke. Entah mengapa saat melihatnya hatinya terasa diremas-remas, sakit. Apalagi saat mengetahui kalau tadi pagi sahabatnya itu berangkat dengan ‘malaikat’nya; Sakura. Ada perasaan tidak rela timbul dihatinya. Hanya dia yang mendapat kehormatan ‘itu’; berangkat bersama Pangeran Konoha terkeren. Tapi dia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk membuat Sasuke bahagia walau harus meremukkan hatinya, dan dia juga sudah berjanji pada Sasuke akan membantunya mendekatkannnya dengan Sakura.

Hinata mencoba untuk mengacuhkan pandangan tajam Sasuke yang seakan mengintimidasinya. Walau dia terlihat sedang membaca buku, tapi sebenarnya Hinata sama sekali tidak membaca buku yang dipilihnya. Jantungnya berdetak sangat cepat, tak urung rona marah terkadang muncul disekitar tulang pipinya karena diperhatikan seperti itu oleh Sasuke. Ya, Sasuke sedang minta penjelasan pada Hinata kenapa dia bisa bangun kesiangan. Hinata sendiri bingung kenapa mereka mempermasalahkan hal sepele macam itu.

‘Huh, abaikan saja Hinata...’ batin Hinata. Setelah mengehela nafas, dia mencoba untuk konsentrasi pada bukunya.

“Jadi?” tanya Sasuke, karena pertanyaannya yang tadi tidak mendapat tanggapan dari Hinata. Hinata sendiri masih pura-pura konsentrasi membaca bukunya.

“Hinata?”

“Apa?” jawabnya singkat tanpa mengalihkan pandangannya.

 “Jadi kenapa kau bisa kesiangan?”

“Apa itu penting? Yang penting aku tidak terlambat kan...”

“Tatap aku Hinata. Aku tau kau meyembunyikan sesuatu.”

“Tidak.”

“Kalau begitu apa sulit untuk menatapku?”

“....”

“....”

“....”

Sasuke menghela nafas bosan karena tidak mendapat tanggapan dari Hinata.

“Aku baik-baik saja Sasuke, hanya kelelahan saja kok... Hari ini aku harus mengumpulkan tugas dari Asuma-sensei yang super banyak itu, jadi aku lembur tadi malam,” kata Hinata yang menyadari sahabatnya itu mulai marah. Dia memasang senyum manisnya;walau terlihat dipaksakan; untuk meyakinkan Sasuke.

“Hn. Nanti siang jadi, kan?”

“Hm.. ya, tapi kau pulang dulu saja. Aku masih ada perlu di sekolah nanti,”

“Aku akan segera ke rumahmu setelah selesai dengan urusanku,” kata Hinata sebelum Sasuke sempat bertanya. Hinata hanya tersenyum melihat wajah Sasuke. Wajah Sasuke yang seperti itu hanya Hinata yang tau. Tapi mungkin suatu saat ekspresi Sasuke yang seperti itu akan dapat dilihat Sakura juga. ‘Lagi-lagi rasanya sakit kalau memikirkan hal itu.’

“Sampai jumpa nanti siang Sasuke...” Hinata segera meninggalkan Sasuke. Dia tidak ingin Sasuke melihat air matanya yang hampir jatuh.

‘Kenapa dengan Hinata? Apa tadi dia menangis?’
.
.
.

“Oh, Hinata... baa-san kira kau tidak jadi datang,” sapa Mikoto ketika membukakan pintu untuk Hinata.

“Pasti saya datang baa-san, saya kan sudah janji...”

“Kalau begitu ayo masuk.”

Hinata mengikuti Mikoto yang berjalan menuju ruang makan. Di ruang makan sudah ada Sasuke, Itachi, dan Hana; kekasih Itachi. Fugaku; ayah Sasuke; biasanya tidak makan siang di rumah, karena sedang bekerja. Walau Itachi juga bekerja di perusahaan yang sama dengan Fugaku, dia selalu menyempatkan makan siang di rumah agar ibunya tidak merasa kesepian.

“Hinata-chan, long time not see...” sapa Hana.

“Iya, Hana-nee... bagaimana kabar Hana-nee?”

“Baik, kau sendiri?”

“Apa aku terlihat seperti orang sakit?” tanya balik Hinata disertai senyum khasnya.

“Hm, kurasa kau terlihat sedikit kurang baik...”

“Aku hanya kelelahan, akhir-akhir ini banyak tugas.”

“Hm, syukurlah kalau tidak apa-apa...”

Hana dan Hinata kemudian membantu Mikoto menyiapkan makanan. Sedangkan Itachi dan Sasuke yang menata makanan di meja makan.

Makan siang bersama itu pun berlangsung dengan diiringi percakapan-percakapan kecil.  Terkadang diselingi tawa saat Mikoto menceritakan kebiasaan Sasuke dan Itachi ketika masih kecil. Hinata sangat menikmati makan siang kali ini, sudah lama dia tidak merasakan suasana keluarga saat makan bersama setelah ibunya pergi. Jika sedang makan bersama, Hiashi hanya mengeluarkan suara seperlunya saja. Terkadang dia juga mau berbasa-basi dengan menanyakan sekolah Hinata dan Hanabi, tapi dia lebih sering diam sambil menikmati makanannya.


“Bagaimana hubunganmu dengan Sasuke, Hinata-chan?”

Hinata yang sedang mengunyah makanannya langsung tersedak mendengar pertanyaan Mikoto yang tiba-tiba.

“Uhuk... uhuk.. uhuk...”

“Eh? Kau baik-baik saja Hinata-chan?” tanya Mikoto khawatir.

“Pelan-pelan, Hinata...” Hana yang duduk disamping Hinata mengurut tengkuk Hinata. “Ini minum...”

“T-terima kasih, Hana-nee.”

“Kau tidak apa-apa Hinata-chan?” tanya Mikoto lagi yang tampak cemas.

“T-tidak apa-apa kok, baa-san...”

“Kaa-san jangan tanya hal yang tidak perlu seperti itu,” kata Sasuke yang daritadi diam. Dia menyadari tersedaknya Hinata karena pertanyaan tiba-tiba dari kaa-sannya.

“Eh? Memangnya kaa-san tadi tanya apa?” tanya Mikoto yang tampaknya sudah mulai pikun. (*author ditendang Mikoto)

“Bagaimana hubungan Hinata dan Sasuke,” jawab Itachi datar.

“Ada yang salah dengan pertanyaan itu?”

“A-ah, tentu saja hubungan kami baik-baik saja baa-san...”

“Apa ada perkembangan?”

“P-pe-perkembangan? M-maksud baa-san?”

“Yaah, kalian sudah bersahabat sejak kecil, jadi siapa tau-“

“T-tidak. Kami tetap bersahabat seperti dulu kok...” potong Hinata yang sepertinya sudah bisa menebak arah pembicaraan Mikoto.

Hana yang melihat wajah Hinata yang sudah semerah rambut Gaara terkikik geli, Itachi yang melihatnya hanya tersenyum tipis, sedangkan Sasuke hanya mendengus kecil.
.
.
.
Saat ini Sasuke dan Hinata sedang duduk-duduk dibawah pohon apel di taman belakan rumah Sasuke. Sejak tadi tidak ada yang bersuara diantara mereka. Sasuke sedang sibuk dengan pikirannya sendiri, sedangkan Hinata masih memikirkan pertanyaan Mikoto tadi saat makan siang, terkadang rona merah mewarnai pipinya.

“Kau masih memikirkannya ya?”

“Eh?”

“Pertanyaan kaa-san yang tadi.”

“O-oh, tidak kok...”

“Kau tidak pandai berbohong, Hinata... sejak tadi wajah memerah terus.”

“T-tidak...” Hinata terus menyangkal walau yang dikatakan Sasuke tidaklah salah.

“Tidak usah dipikirkan.”

“I-iya. S-sepertinya ada yang ingi k-kau bicarakan Sasuke?”

“Hinata...”


“Hm,”

“Besok aku akan mengakhiri semuanya.”

Hinata mengernyitkan keningnya tidak mengerti perkataan Sasuke. ‘Apa maksudnya? Mengakhiri apa? Oh, jangan-jangan...’

“Aku akan menyatakan perasaanku pada’nya’.”

Dan saat itu juga air mata Hinata turun membasahi pipinya. Air matanya yang selama ini selalu ditahannya, kini tak bisa lagi ditahannya saat mendengar kalimat terakhir Sasuke.
.
.
.
TBC


Saya sih, berharap ada yang mau berkomentar.. tapi kalau pun nggak ada nggak apa kok, ada yang baca aja udah bikin saya seneng ^^

Kalau gitu, selamat bertemu di chapter selanjutnya yaaah.. #IWish :P

Magnae Super Junior, Kyuhyun Meminta Nomor Ponsel Hyorin Sistar

Halooo minna~, udah lama yah saya nggak posting. Sebenernya emang rencananya blog ini nggak akan saya isi lagi setelah tugas 'rempong' saya selesai. Tapi sayang juga kalau blog nya didiemin, kan udah susah-susah bikinnya. jadi saya mulai nge post lagi deh. Eh, jadi curcol ya? Curcol dikit nggak apa-apa yah, readerdeul :) #plak

Oke, aku mau sedikit (ikutan) membahas berita yang akhir-akhir ini mengguncang hati para ELF, terutama SparKyu. Waeyo? Tentu saja karena adanya kabar, oh kayaknya udah bukan kabar lagi karena emang benar adanya kalau Evil Magnae kita tercinta minta nomor ponselnya Hyorin, bahkan dengan bersusah payah. Emang buat apa sih? Eits, jangan pada panas dulu yaa.. Ini dia ulasannya..

SISTAR Hyorin membuat langkah mengejutkan dengan memberikan Kyuhyun nomor teleponnya dalam sebuah siaran!

Pada tanggal 13 Juni Hyorin muncul di “Radio Star” dan memberi MC Kyuhyun nomor teleponnya.
Kyuhyun menjelaskan bagaimana dia berusaha untuk mendapatkan nomor telepon Hyorin, dalam rangka merencanakan makan malam perusahaan pada “Immortal Song 2.”

Dia menyatakan bahwa ia mencoba meminta nomor telepon pada Hyorin, tetapi berakhir dengan perolehan nomor manajernya

Dia berkata, “Hyorin tidak memberi saya nomornya sendiri, tetapi nomor manajernya.” Hyorin terkejut dan menjelaskan, “Tak lama setelah saya memulai debut, manajemen saya sangat gugup tentang saya kedepannya. Saya pribadi ingin pergi tapi entah bagaimana manajemen tahu terlebih dahulu dan tidak membiarkan saya pergi.“

Kemudian MC menyodorkan selembar kertas ke arah Hyorin dan memintanya untuk menulis nomor ponselnya untuk Kyuhyun di kesempatan ini. Meskipun ia lagi-lagi terkejut, dia menulis nomor teleponnya di atas kertas dengan segera dan memberikannya kepada Kyuhyun!


Nah, jadi begitulah Kyuppa bahkan dibela-belain bersusah payah ria untuk mendapatkan nomor ponselnya Hyorin Eonni (sok akrab banget deh gue) tapi cuma berakhir dengan nomor ponsel managernya. Akhirnya Hyorin ngasih sendiri nomornya ke Kyuhyun. Tapi tenang aja, Kyuppa minta nomornya cuma buat merencanakan makan malam perusahaan pada "Immortal Song 2".  Itu looh, acara duel vokal yang disiarkan KBS, jadi para idol diminta buat ngeremake lagu-lagu lawas yang ngehits dengan cara dan gaya mereka sendiri terus mereka ditandingin, jadi cuma idol yang punya vokal yang kuat aja yang bisa masuk, kurang lebih sih begitu o.o

Okeh, jadi intinya Kyuppa minta nomor itu bukan untuk macem-macem kok (insyaallah) , jadi para istri Kyuppa sekalian cobalah tenangkan hati kalian #halah
Thanks for reading yaa minna, maaf kalau ada kesalahan dalam postingan saya atau ada kata-kata yang kurang berkenan di hati minna #apalahini. Gomenasai. ^^

See you :))
Minggu, 20 Mei 2012

Cómo eliminar fácilmente la cicatriz

Usted debe haber experimentado la derecha cayendo? Ya sea que cae de una bicicleta, motocicleta, o tropezar. Sobre todo cuando era niño a menudo se caen. Y por supuesto, una consecuencia de estas caídas son los arañazos. Algunas heridas dejan cicatrices que no deben perderse. No se puede perder? ¿En serio? Resulta que la cicatriz podría perderse luh, fácil de usar sólo la pérdida de materiales simples. Bien, he aquí los ingredientes y la forma de eliminar estas cicatrices.

1. Aceite de oliva

 El aceite de oliva se puede utilizar para eliminar la cicatriz. Esto se hace mediante la aplicación de aceite de oliva en las cicatrices. Este método también podría ayudar a las cicatrices de elevación. Además de ser utilizados para eliminar la cicatriz, aceite de oliva también se puede utilizar como una máscara para la cara debido a que el aceite contiene ácido linoleico, que puede mantener el agua se evapora, como el fertilizante pelo mezclándolo con un champú que a menudo se utilizan todos los días, hidratar la piel ya que contiene 15% de capaz de hidratar la piel y con el fin de minimizar la aparición de arrugas prematuras, la atención de salud de la piel mediante la aplicación a todo el cuerpo mientras se ducha.

2. Miel 

La miel también puede ser utilizada para eliminar y eliminar las cicatrices. Esto se hace mediante la aplicación de la miel en la cicatriz varias veces al día. Además de los otros beneficios de la miel para la belleza es que también puede hacer que la piel luzca radiante y tonificar el rostro, la eliminación de las cicatrices del acné, como un acondicionador para el cabello, suaviza e hidrata los labios.

3. Aloe Vera 

La savia del aloe vera se puede prevenir la cicatrización, por cierto lo puso en las heridas recientes. Esta es también una forma eficaz para interceptar la formación de cicatrices permanentes. Otros de los beneficios del aloe vera para la piel, entre otros, para hacer frente a la inflamación de la piel utilizando una savia, también para el tratamiento de la piel, ya que contiene lignina, que puede soportar la pérdida de líquido de la superficie de la piel.

4. Sándalo 

Retirar la cicatriz con la madera de sándalo hace con una pasta de sándalo se mezcla con agua de rosas y luego se aplicó a la herida al caer la noche y limpia por la mañana. Método con el sándalo que es la mejor manera de quitar la cicatriz.

5. Agua de limón 

El jugo de limón también se puede utilizar para ocultar las cicatrices en la piel y la piel moteada. El jugo de limón es un blanqueador natural. Además el jugo de limón también se puede utilizar para endurecer la piel, mantener la salud de la piel, porque el limón es un antiséptico natural que puede ayudar a superar trastornos de la piel, hacer que la cara de la piel más radiante, con un consumo de agua de limón puede alterar la apariencia de la piel, el limón también funciona como un arrugas anti-edad y el levantamiento la piel y eliminar el acné.

Bien, que era algunos de los materiales tradicionales que se pueden utilizar para eliminar la cicatriz. Además de eliminar la cicatriz en la piel, estos materiales también tienen otros beneficios para el cuidado de la piel y la belleza no es menos beneficioso. Puede ser útil. :)