.
.
Chapter 1
Pagi hari di musim semi yang sejuk, terlihat
seorang gadis sedang menunggu seseorang di bawah pohon sakura. Gadis yang
memiliki paras cantik nan manis dengan rambut indigo sebahu dan mata berwarna
lavender itu, terlihat sangat menikmati sejuknya udara musim semi. Senyum manis
tak lepas dari wajah cantiknya. Tiba-tiba ada yang menepuk pelan bahunya.
“Astaga! Kau mengagetkanku Sasuke-kun...”
seru gadis itu.
Pemuda yang menepuk bahu gadis
tersebut itu pun ikut duduk di bangku yang diduduki si gadis. Pemuda tampan
dengan rambut raven yang seperti err... pantat ayam dan mata onyx-nya yang
mampu meluluhkan setiap wanita termasuk gadis lavender tersebut.
“Sudah lama menunggu, Hinata?” tanya
pemuda yang diketahui bernama Sasuke tersebut.
“Ya. Sangaat laama...” jawab gadis
lavender yang ternyata bernama Hinata, pura-pura kesal.
“Hn, berangkat sekarang?”
“Ya.”
Hinata’s POV
Namaku Hyuuga Hinata, aku berumur
enam belas tahun. Sekarang musim semi, itu berarti tahun ajaran baru. Mulai
hari ini aku anak kelas dua di Konoha Senior High School. KSHS adalah sekolah
swasta yang sangat besar. Bisa dibilang sekolah ini diperuntukkan untuk kaum
borju, tapi sebenarnya tidak hanya kaum-kaum borju yang bersekoah di sini.
Orang-orang pilihan juga bersekolah disini walaupun kemampuan ekonomi orang
tuanya rendah, mereka akan mendapat beasiswa. KSHS terdiri dari tiga gedung.
Gedung yang pertama terdiri dari empat lantai. Lantai satu untuk kelas satu, lanati dua untuk
kelas dua, lantai tiga untuk kelas tiga, dan lantai empat untuk berbagi fasilitas
seperti perpustakaan, laboratorium bahasa dan sains, serta kolam renang. Gedung
yang kedua terdiri dari aula dan gedung olahraga, sedangkan gedung yang ketiga
digunakan untuk asrama siswa-siswi yang rumahnya di luar kota.
Saat ini aku sedang berjalan menuju
sekolah bersama dengan sahabatku. Namanya Uchiha Sasuke, pemuda tampan yang
memiliki banyak fansgirls. Kami sudah berteman sejak kecil, dan kami selalu
satu sekolah. Entah kebetulan atau apa, ayah kami juga sahabat. Hyuuga adalah
salah satu relasi bisnis Uchiha. Dan sejak kelulusan SMP, aku mulai merasakan perasaan aneh pada
Sasuke. Setiap Sasuke ada di dekatku, jantungku selalu bekerja dua kali lipat,
penyakit gagapku kambuh, dan pipiku selalu terasa panas. Ya, aku mulai menyukai
Sasuke. Tapi aku tahu perasaanku tidak akan pernah berbalas, karena Sasuke
telah menemukan orang yang menempati tempat spesial dihatinya. Dia adalah gadis
yang sangat cantik. Dia satu kelas denganku tahun ini, aku rasa dia juga
menyukai Sasuke. Namanya....
“Apa yang sedang kau pikirkan,
Hinata?” tanya Sasuke membuyarkan lamunanku.
“Eeh? Ti-tidak ada.” jawabku dengan
wajah bersemu merah karena malu.
Sasuke menoleh ke arahku dan
mengangkat alisnya.
“A-apa?”
“Tidak.”
“KYAAAA....!!! SASUKE-SAMA SUDAH
DATANG....”
Hhh, yang seperti ini yang tidak
kusukai. Setiap kami tiba di depan gerbang sekolah, para fansgirls selalu
meneriakkan nama Sasuke. Terkadang aku heran, apa suara mereka tidak habis
setiap hari teriak-teriak tidak jelas begitu. Tidak hanya anak kelas dua, tapi
anak-anak kelas satu dan tiga juga ikut berpartisipasi.
“Sekali-kali tersenyumlah pada
mereka. Mereka sudah mengorbankan suara mereka demi kau.”
“Itu salah mereka sendiri. Ayo...”
Normal POV
Hinata dan Sasuke sampai di lantai
dua dengan selamat. Tahun ini mereka tidak sekelas. Hinata berada di kelas 2-3,
sedangkan Sasuke di kelas 2-1.
Saat Sasuke hendak memasuki kelasnya,
dia menangkap sosok cantik yang datang dari arah yang sama saat dia datang.
Sesosok gadis cantik dengan tubuh proposional, rambut pink sebahu yang selembut
sutera, dan mata emeraldnya yang sangat indah. Sasuke terpaku di tempatnya
memandang keindahan tersebut.
“Kau terlihat bodoh, Sasuke...” cibir
Hinata.
Yang diejek hanya diam saja, masih
terpesona dengan si gadis pink. Sang gadis sudah hampir sampai dimana mereka
berdiri. Tapi Sasuke masih diam saja.
“Pagi, Sakura-chan” sapa Hinata ramah
dengan senyum manisnya.
“Pagi, Hinata, Sasuke” sapa sang
gadis.
Hinata hanya tersenyum ramah,
sedangkan Sasuke masih diam saja. Sang gadis terlihat kecewa karena sapaannya
tidak ditanggapi sang pemuda raven.
“Aku ke kelas dulu, Hinata.”
“Ya. Nanti aku menyusul.”
Hinata menoleh pada Sasuke yang masih
cengo. Hinata hanya bisa menggelengkan kepala melihat sahabatnya itu.
“Aku tidak menyangka, Pangeran Es
sepertimu bisa terlihat bodoh di depan gadis yang disukainya.”
“Jangan mengejekku, Hinata. Kau tidak
tahu rasanya. Aku masuk dulu.” kata Sasuke sambil masuk kelas.
‘Kau salah, Sasuke. Aku selalu
merasakannya. Kaulah yang tidak tahu perasaanku’
Ya, gadis yang disukai Sasuke ialah
si gadis pink dengan nama Haruno Sakura.
~~~TBC~~~
Chapter 2
Hinata memasuki kelasnya dan kemudian
duduk di bangkunya yang didekat jendela. Dia sengaja memilih bangku dekat
jendela agar bisa melihat pemandangan jika sedang bosan. Seperti sekarang, dia
sedang memandang pohon apel yang ada di taman sekolah. Disanalah ia sering
menghabiskan waktu istirahat dengan membaca buku. Selain di bawah pohon apel,
tempat ia mengahabiskan waktu istirahat ialah di perpustakaan. Hinata jarang sekali
pergi ke kantin, dia lebih suka membaca buku. Dia melihat sekeliling kelas.
Masih sepi, pikirnya. Sepertinya Sakura dan sahabatnya sedang pergi ke kantin
untuk sarapan, mengingat Sakura tadi sudah datang tapi tidak ada di kelas.
Setiap lantai memiliki kantin
sendiri, karena jika kantin diletakkan di lantai lain, misalnya lantai satu,
kasihan siswa-siswa kelas atas yang sudah kelaparan. Jadi, demi mencegah adanya
siswa yang mati kelaparan, setiap lantai diberi kantin tersendiri. Baiklah,
mari kita kembali ke Hinata.
Hinata mengalihkan pandangannnya
kembali ke luar jendela. Dia sedang memperhatikan anak-anak kelas satu yang
berkeliaran di halaman sekolah, saat dia merasa ada yang datang menghampirinya.
Dia menoleh dan mendapati Sakura dan sahabatnya, Yamanaka Ino. Ino adalah gadis
cantik dengan rambut pirang panjang yang selalu dikuncir kuda dengan menyisakan
poni yang menutupi mata kanannya, tubuh seksinya dan mata aquamarinenya yang
indah mampu menjadikannnya primadona sejak kelas satu.
“Pagi, Hinata” sapa Ino dengan senyum
manisnya.
“Pagi, Ino-chan. Kalian darimana?”
“Dari kantin. Biasa, menemani si
Forehead sarapan.”
“Heh, seperti kau tidak saja, Ino-pig.”
“Memang tidak, weee....”
Hinata hanya bisa menggelengkan
kepala melihat kedua temannya itu. Hampir setiap pagi mereka seperti itu,
padahal mereka sudah bersahabat sejak kecil.
“Sudah, sudah... Coba lihat siapa
yang datang, Ino.’’ kata Hinata melerai mereka berdua.
Ino mengalihkan pandangannya ke pintu
kelas. Seketika wajahnya memanas, semburat merah menjalari tulang pipinya saat
melihat objek yang ada di depan pintu. Seorang pemuda yang mirip Sasuke, hanya
saja lebih pucat dan rambutnya tidak seperti pantat ayam, serta senyumnya yang
tidak pernah absen dari wajahnya. Dia adalah Sai, sepupu Sasuke sekaligus orang
yang disukai Ino sejak tahun pertama di KSHS.
“Hohoho.... Sepertinya tahun ini
Ino-pig akan jadi anak baik, Hinata.” cibir Sakura.
Hinata hanya terkikik geli melihat
perubahan wajah Ino.
“Aku tidak tahu dia sekelas dengan
kita. Kenapa kalian tidak memberi tauku?” tanyanya sambil mengalihkan pandangan
ke kedua temannya.
“Aku saja tidak tahu, kau tahu
Hinata?”
“Ya.”
TENG TENG TENG!!! (jelek bgt bunyi’a
--“ *ditimpuk)
Baru saja Ino mau bicara lebih
banyak, bel masuk sudah berbunyi. Sakura dan Ino kembali ke bangku mereka. Ino
duduk di depan Hinata, sedangkan Sakura duduk di samping kanan Ino. Seorang
wanita cantik dengan rambut hitam bergelombang memasuki kelas 2-3. Dia adalah
Kurenai, wali kelas 2-3.
“Ohayou anak-anak....” sapa Kurenai.
“Ohayou mou, Sensei....”
“Tahun ini yang menjadi wali kelas
2-3, adalah aku. Kurasa kalian sudah tau siapa namaku. Ada yang belum tau siapa
aku?”
Sepi. Anak-anak hanya saling menoleh,
tidak ada yang berusaha menjawab.
“Bagus. Sebagai wali kalian aku hanya
mengingatkan bahwa aku tidak suka jika murid-muridku susah diatur, suka membuat
kekacauan, dan tidak mematuhi peraturan, khususnya untuk kalian berdua Tuan
Namikaze, Tuan Inuzuka, kalian mengerti?”
“Me-mengerti, Sensei” jawab Naruto
dan Kiba serempak, mereka memang pengacau nomor wahid saat kelas satu. Hampir
semua guru kualahan mengahadapi mereka.
“Hm, baiklah. Sekarang kita mulai
pelajarannya. Jam pertama adalah pelajaranku, sejarah. Sekarang buka buku
kalian.”
.
.
.
TEENG TEENG TEENG!!!!
Lonceng tanda istirahat telah
berbunyi. Anak-anak kelas 2-3 terlihat sangat lega dan senang. Kurenai termasuk
guru yang disiplin. Tapi sebenarnya dia guru yang lembut, semenjak dia menikah
dengan Asuma dia jadi guru yang sangat disiplin dan galak, seperti suaminya.
“Kerjakan halaman 12, minggu depan
dikumpulkan. Akan ada konsekuensi bagi yang tidak mengerjakan.”
“B-baik sensei....”
“Hm, sampai disini pertemuan pertama
kita. Sampai jumpa minggu depan.”
Kurenai berjalan keluar kelas 2-3.
“Huuuaaah, dia benar-benar mirip
suaminya” keluh Ino.
“Padahal dulu dia guru yang lembut.
Ternyata Asuma-sensei membawa pengaruh buruk” timpal Sakura.
“Hihihihi, sudahlah.... Coba lihat
sisi positifnya, si duo onar tidak berani bersuara.” Kata Hianta.
“Hm, kau benar Hinata. Padahal mereka
dulu paling tidak takut pada Kurenai-sensei. Mereka selalu menimpali setiap
Kurenai-sensei menerangkan, tapi sekarang bernafas pun mereka tidak berani.”
kata Sakura.
“Kalian benar. Huh, aku jadi lapar,
apalagi setelah ini Anko-sensei guru ter-killer se-KSHS. Ayo kita ke kantin”
ajak Ino.
“Dasar, tadi kuajak sarapan kau tidak
mau.”
“Tadi aku belum lapar, Forehead.”
Sakura hanya memutar bola matanya.
“Kalian berdua saja ya, aku tidak
ikut.” kata Hinata.
“Eh?”
“Aku tidak lapar, masih kenyang.”
“Kalau kau sih, memang tidak pernah
lapar Hinata-chan.” kata Sakura.
“Yaah, kalau begitu kami ke kantin
dulu.”
“Ya.”
Sakura dan Ino pun segera keluar
kelas menuju kantin. Sedangkan Hinata segera mengambil buku yang belum selesai
dibacanya kemudian turun menuju ke taman sekolah.
.
.
.
Disinilah tempat favorit Hinata di
KSHS. Taman sekolah. Di bawah pohon apel yang rindang dan sejuk. Disini dia
biasa menghabiskan waktu istirahatnya untuk membaca buku atau hanya sekedar
untuk melihat kegiatan yang dilakukan anak-anak kelas satu. Udara disini sangat
sejuk dan menenangkan karena tidak banyak siswa yang menghabiskan waktu
istirahat mereka disni. Kebanyakan siswa lebih memilih menghabiskan waktu
istirahat mereka di kantin. Hanya segelintir siswa yang ada disini, termasuk
Hinata yang memang lebih suka tempat yang tenang.
Hinata sedang membaca bukunya, saat
dirasanya ada orang yang duduk disebelahnya. Sebenaranya tanpa melihat pun dia
tahu siapa yang datang, karena dia sudah hafal aroma ini, aroma sahabat kecilnya,
Uchiha Sasuke, tapi dia tetap menoleh untuk memastikannya. Sasuke tidak
menoleh, dia masih memperhatikan anak-anak kelas satu yang bermain basket di
lapangan luar sekolah, Hinata kemudian mengalihkan pandangannya kembali ke buku
yang tadi dibacanya.
Mereka hanya duduk diam, tidak ada yang
mau memulai pembicaraan karena memang pada dasarnya mereka tidak banyak bicara.
Yaah, mereka selalu begitu sejak kecil, tidak ada yang mau memulai pembicaraan
sampai salah satu diantara mereka merasa bosan, dan biasanya yang merasa bosan
itu Hinata. Meskipun begitu, banyak siswa-siswi yang memandang iri mereka.
Siapa sih, yang tidak mau duduk di samping salah satu Pangeran dan Putri KSHS.
Sasuke dan Hinata termasuk salah satu Pangeran dan Putri KSHS. Paras yang
indah, otak cemerlang, dan keluarga terpandang dapat menjadikan mereka sebagai
idola.
Hinata mulai merasa bosan dan jengah
dengan pandangan iri para siswi. Akhirnya dia membuka mulutnya.
“Hh, sampai kapan mereka akan seperti
itu. Kapan mereka akan mengerti. Kapan mereka akan berhenti salah paham.” desah
Hinata.
“Biarkan saja.” jawab Sasuke datar.
“Sebaiknya kau cepat cari pacar
Sasuke, aku tidak ingin mereka salah paham terus.”
Ya, memang banyak siswa yang salah
paham akan hubungan Sasuke dan Hinata. Mereka pikir Sasuke dan Hinata adalah
pasangan, karena mereka sering terlihat bersama. Berangkat sekolah bersama,
terkadang menghabiskan waktu istirahat bersama dan bahkan pulang sekolah
bersama. Mereka berangkat dan pulang sekolah bersama karena memang rumah mereka
hanya berseberangan. Tapi masih ada saja yang berpikiran seperti itu.
Untuk beberapa saat suasana di antar
mereka kembali hening, sampai Sasuke mengeluarkan suaranya.
“Bagaimana kelas barumu?”
Hinata mengangkat kedua alisnya,
heran. Tidak biasanya Sasuke menanyakan hal sepele macam itu.
“Kau mau bertanya soal kelasku atau
Sakura-chan? Tidak perlu berbasa-basi Sasuke.” jawab Hinata tanpa mengalihkan
pandangannya dari buku yang dibacanya.
Sasuke mengalihkan pandangannya pada
Hinata yang masih membaca bukunya. Sasuke memutar bola matanya.
“Menyenangkan. Apalagi Kurenai-sensei
adalah waliku” jawab Hinata sambil tersenyum pada Sasuke. Kurenai memang salah
satu guru favoritnya selain Kakashi guru bahasa inggris yang tampan dan Yamato
guru bahasa jepang yang ramah.
“Bagaimana denganmu?” tanyanya.
“Biasa saja.”
Hening lagi. Sampai...
“Aku serius dengan perkataanku yang
tadi, Sasuke.” kata Hinata sambil menatap Sasuke lekat.
Sasuke hanya mengangkat alisnya,
tanda tidak mengerti maksud perkataan Hinata.
“Sebaiknya kau segera menyatakan
perasaanmu padanya, sebelum dia diambil orang lain. Karena tidak sedikit orang
yang menyukainya.”
Sekarang Sasuke tau arah pembicaraan
Hinata.
“Itu tidak mudah” jawabnya datar.
“Aku tidak bilang mudah.
Berusahalah...”
“....”
“.....”
“....”
“Mau kubantu?”
Sasuke kembali mengangkat alisnya dan
menatap Hinata yang masih menatapnya lekat.
“Kalau begini terus tidak akan ada
perkembangan. Kau tidak akan tau perasaannya padamu dan dia tidak akan tau
perasaanmu padanya selama ini. Dan kau akan menyesal jika dia sudah menjadi
milik orang lain.”
“....”
“Jadi?”
Sasuke hanya menanggapinya dengan
senyum tipis. Dan Hinata tau bahwa itu artinya Sasuke menerima niat baiknya
untuk membantunya, mencomblangkan Sasuke dengan Sakura, gadis yang disukai
Sasuke sejak kelas satu.
Hening lagi untuk beberapa saat.
“Kenapa kau ingin membantuku,
Hinata?” tanya Sasuke.
Hinata mengangkat alisnya kemudian
menjawab,
“Tentu saja karena kau sahabatku”
jawabnya dengan senyum manisnya.
Sasuke hanya tersenyum tipis
menanggapi jawaban Hinata. Dia sudah menebak Hinata akan menjawab begitu.
‘Asalkan bisa melihatmu bahagia, itu
sudah cukup bagiku’ tambah Hinata dalam hati.
~~~~TBC~~~~
Chapter 3
Tampak sebuah mobil biru tua keluaran
terbaru di depan rumah besar bergaya tradisional Jepang. Sang pemilik mobil
bersandar dibadan mobil tersebut. Dia tampak sedang menunggu seseorang keluar
dari rumah besar tersebut. Tak lama kemudian seorang gadis berambut indigo
sebahu dengan mata laveder keluar dari rumah.
“Kau lama sekali” kata Sasuke datar.
“Maaf, tadi aku harus menyiapkan
sarapan untuk Tou-sama.”
“Hn.”
Sasuke tahu, meskipun keluarga Hyuuga
punya banyak maid tapi tugas membuat sarapan adalah tugas Hinata. Karena sang
kepala keluarga tidak mau makan masakan buatan orang selain Hinata. Menurutnya
masakan Hinata rasanya sama seperti masakan ibunya. Ibu Hinata meninggal saat
melahirkan anaknya yang terakhir, adik Hinata, Hanabi. Hinata adalah anak kedua
dari tiga bersaudara, kakak laki-lakinya, Neji, kini kuliah di Suna. Jadi
Hinata hanya tinggal bersama ayah dan adiknya, terkadang ayahnya juga harus ke
luar kota untuk urusan pekerjaan.
“Tidak bisakah kita jalan kaki saja?”
tanya Hinata memcah keheningan diantara mereka.
“Tidak.”
“Padahal udara musim semi sangat
sejuk...”
“Lagipula kita sudah hampir
terlambat. Ayo berangkat.” ajak Sasuke datar.
Hinata hanya diam saja dan segera
masuk ke mobil Sasuke. Di duduk di kursi penumpang di samping kemudi. Untuk
beberapa saat suasana diantara mereka hening.
“Minggu ini bisa menemaniku?” tanya
Hinata memecah keheningan.
“Kemana?” tanya Sasuke datar.
“Membeli buku.”
Sasuke mengalihkan pandangannya ke
arah Hinata sebentar, kemudian kembali mengarahkannya ke jalanan. Sasuke tidak
heran, Hinata memang suka sekali membaca. Hampir setiap akhir pekan dia ke toko
buku atau perpustakaan Konoha, hanya untuk sekedar melihat-lihat buku baru atau
meminjamnya. Terkadang kalau ada buku yang menarik hatinya dia membelinya. Tapi
yang membuatnya heran, kenapa kali ini Hinata mengajaknya. Biasanya Hinata akan
mengajak Hanabi atau temannya.
“Hanabi-chan tidak bisa menemaniku
karena minggu ini dia ada acara dengan teman-temnanya.” kata Hinata yang
sepertinya menyadari keheranan Sasuke.
“Hn” hanya dua huruf konsonan itu
yang keluar dari mulut Sasuke.
“Jadi kau bisa?” tanya Hinata
memastikan.
“Hn.”
.
.
.
Hinata sedang menunggu Sasuke yang
memarkirkan mobilnya, saat dia melihat sekelebat rambut pink memasuki gerbang
sekolah. Kemudian dia memanggilnya. Inilah saatnya untuk mendekatkan ‘mereka’,
pikirnya.
“Sakuran-chan...” seru Hinata.
“Oh, Hinata...” seru Sakura sambil
menghampiri Hinata.
“Kenapa tidak langsung ke atas?” tanya
Sakura saat sudah sampai didekat Hinata.
“Aku sedang menunggu Sasuke
memarkikan mobilnya. Bagaimana kalau kita ke atas bersama-sama? Kau tidak
terburu-buru kan Sakura-chan?” jawab sekaligus ajak Hinata.
“Eem, yaa boleh lah...” jawab Sakura
sedikit ragu.
“Ah, itu dia Sasuke...”
Sasuke berjalan menghampiri kedua
gadis cantik itu. Dia sedikit heran kenapa Hinata bisa bersama Sakura. ‘Apa
yang sedang mereka lakukan?’
“Ohayaou, Sasuke-kun...” sapa Sakura
ramah dengan senyum manisnya
“Hn.”
Sakura sedikit kecewa dengan jawaban
singkat Sasuke.
“Ah, sebaiknya kita segera ke atas,
sebentar lagi jam pertama akan dimulai. Ayo Sasuke, Sakura-chan...” ajak Hinata
yang berusaha mencairkan suasana yang menjadi sedikit canggung.
Hinata tahu Sasuke pasti sedang
mati-matian mempertahankan sifat cool-nya, padahal jantungnya sudah
berdebar-debar tidak jelas, kalau membayangkannya Hinata jadi ingin tertawa.
Dia juga tahu kalau Sakura kecewa dengan jawaban singkat Sasuke.
‘Hh, sepertinya membutuhkan waktu
lama untuk menyatukan mereka. Si ‘pantat ayam’ ini keras kepala sekali’, keluh
Hinata dalam hati.
.
.
.
Hinata, Sakura, dan Sasuke sampai di
lantai dua. Hinata dan Sakura berpamitan pada Sasuke untuk masuk ke kelas dulu.
Sedangkan Sasuke masih berdiri di depan kelasnya memandangi punggung kedua
gadis cantik itu yang semakin menjauh. Sasuke masih diam di depan kelas
walaupun punggung Sakura dan Hinata sudah tak terlihat lagi.
“Pagi-pagi melamun itu tidak baik.”
kata seseorang disamping Sasuke.
Sasuke menoleh pada orang tersebut
dengan tatapan dinginnya seperti biasa.
“Kau menghalangi jalan, pantat ayam”
kata orang itu dengan nada malas.
Sasuke memandang tajam orang itu,
yang ternyata Shikamaru, salah satu teman baiknya. Sasuke tidak suka ada orang
yang menghina gaya rambutnya, cukup kakak dan sepupunya saja, Itachi dan Sai,
bahkan Hinata yang sahabatnya sejak kecil saja tak dia izinkan.
Sasuke kemudian masuk ke kelas dengan
Shikamaru dibelakangnya. Sasuke kemudian duduk di bangkunya, barisan di dekat
pintu nomor dua dari belakang, Shikamaru duduk dibelakangnya dan langsung
menelungkupkan kepalanya menjelajahi dunianya.
“Kau hampir terlambat, tuan pantat
ayam” kata seseorang disamping kiri Sasuke.
Sasuke menatap orang itu tajam, tapi
yang ditatap masih serius membaca bukunya. Orang dengan rambut merah bata dan
tato ‘Ai’ di dahinya, yang bernama Gaara, teman baik Sasuke selain Shikamaru.
Sasuke benar-benar jengkel kali ini, kenapa pagi-pagi begini mereka sudah
mencari masalah dengannya, merusak mood-nya saja.
“Jangan merusak mood-nya yang baru
bertemu dengan malaikat’nya’, Gaara” kata Shikamaru dengan kepalanya yang masih
menelungkup.
Gaara mengalihkan pandangannya ke
Sasuke, kemudian tersenyum mengejek.
“Belum ada perkembangan, eh?”
ejeknya.
Shikamaru dan Gaara tahu kalau Sasuke
menyukai Sakura. Mereka termasuk orang terpercaya Sasuke, mereka selalu satu
kelas sejak SMP, jadi mereka sudah sangat dekat. Hinata juga mengenal Gaara dan
Shikamaru.
“Diamlah.” hanya itu yang keluar dari
mulut Sasuke, kemudian segera mengambil buku yang belum selesai dibacanya tadi
malam.
Gaara kembali tersenyum mengejek
kemudian kembali mambaca bukunya, sedangkan Shikamaru hanya menggelengkan
kepalanya. Sasuke terlalu menjunjung tinggi gengsinya. Sebenarnya Gaara juga,
tapi tidak setinggi Sasuke. Memang Shikamaru, tidak?
.
.
.
Lonceng tanda istirahat sudah
berbunyi. Anak-anak kelas 2-1 beramburan keluar kelas, saat guru mereka sudah
meninggalkan kelas. Gaara menghampiri Shikamaru yang masih berpetualang di
‘dunianya’.
“Ayo ke kantin Shikamaru” ajak Gaara
datar.
“Malas ah, kalian berdua saja.
Memangnya kau mau apa, tidak biasanya kau mau ke kantin.”
Mereka memang jarang sekali ke
kantin, bahkan kalau bisa mereka tidak perlu ke kantin. Karena setiap mereka
memasuki kantin, suasana yang tadinya ramai karena mengantri di stan-stan
makanan, jadi ramai karena kedatangan pangeran-pangeran KSHS. Apalagi sikap
para siswi, ada yang menjerit-jerit histeris, terpesona sampai tidak bisa
bicara dan bahkan ada yang sampai pingsan melihat ketampanan mereka. Jadi
sebisa mungkin, Sasuke, Gaara dan Shikamaru menghindari kantin.
“Aku tidak sempat sarapan hari ini,
karena ada urusan di jalan. Dan sekarang aku sudah lapar” jawab Gaara dengan
intonasi yang masih sama –datar-.
“Heh, ternyata kau tidak kuat menahan
lapar Gaara...” ejek Sasuke dengan pandangan masih terfokus pada kamus
oxford-nya.
“Hari ini aku ada ekskul.”
“Kau pergi sendiri saja sana...” kata
Shikamaru.
“Kalian ingin aku mati di tangan
‘gadis-gadis kanibal’ itu?”
“Kami tidak rugi apapun kalau kau
mati” kata Sasuke sadis.
“Hm, Sasuke benar.” timpal Shikamaru.
“Ok, baiklah. Tapi aku tidak janji
gadis-gadis itu tidak bersikap lebih buruk dari biasanya saat mengetahui bahwa
‘pangeran ayam’ mereka menyukai seorang gadis ‘gummy’. Dan lagi aku tidak bisa
membayangkan bagaimana reaksi Temari-nee kalau mengetahui kekasihnya yang
terkadang masih merokok.” kata Gaara panjang lebar sambil berjalan menuju pintu
kelas.
Sasuke dan Shikamaru yang
mendengarnya sweatdrop lalu memutar bola matanya.
“Kau childish sekali, Gaara.” kata
Shikamaru bangkit dari bangkunya kemudian menyusul Gaara yang sudah ada di
dekat pintu.
“Hn, kekanak-kanakan” timpal Sasuke
yang berjalan dibelakang Shikamaru.
Gaara hanya menyeringai kecil.
Kemudian mereka bertiga berjalan menuju kantin.
.
.
.
Seperti biasa suasana di kantin
sangat ramai. Antrean-antrean panjang di stan dan suara para siswa yang minta
pesanan dimanfaatkan oleh ketiga pangeran KSHS untuk membeli makanan di stan
yang sepi. Mereka berjalan berhati-hati agar ‘gadis-gadis kanibal’ itu tidak
ada yang menyadari keberadaan mereka. Tapi walaupun berjalan mengendap-endap
mereka tetap mempertahankan sikap cool mereka. Bagaimanapun mereka tidak ingin
image cool mereka rusak.
Sasuke, Shikamaru, dan Gaara sampai
di stan makanan yang sepi dengan selamat. ‘Syukurlah, gadis-gadis kanibal itu
tidak ada yang menyadari keberadaanku’ ucap mereka dalam hati. Disana mereka
bertemu dengan Sakura dan Hinata yang kebetulan juga sedang memesan makanan.
“Tumben kalian mau ke kantin” kata
Hinata.
“Si panda kelaparan.” jawab Shikamaru
sekenanya.
Gaara yang merasa diejek, segera
melayang deathglare terbaiknya pada Shikamaru.
“Kalian hanya berdua? Dimana teman
kalian yang satu lagi?” tanay Gaara berbasa-basi.
“Ino maksudmu, Gaara-kun?”
“Hm, mungkin.”
Hinata memutar bola matanya. Tidak
mengerti maksud perkataan Gaara.
“Kalau Ino sih, aku yakin dia sedang
dalam program diet. Dia kan memang selalu begitu. Lebih mementingkan bodynya
daripada perutnya yang lapar.” kata Shikamaru dengan malas.
“Heh, sepertinya kau mengerti sekali
soal Ino, Shikamaru! Apa kau masih tidak bisa melupakan ‘mantan’ pacarmu itu?”
goda Sakura yang sedari tadi tidak mengeluarkan suaranya.
Ino memang mantan pacar Shikamaru.
Mereka putus saat kelas 3 SMP. Sebenarnya dulu mereka teman kecil, tapi entah
mengapa saat kenaikan SMP mereka mengubah status mereka. Sakura saja terkejut
mendengar kabar itu dulu, begitu juga saat mereka putus. Mungkin mereka merasa
lebih baik menjadi teman saja.
“Tch” hanya itu yang keluar dari
mulut Shikamaru mendengar godaan Sakura.
Hinata dan Sakura terkikik. Mereka
senang menggoda Shikamaru, apalagi kalau ada Ino.
“Kau sariawan ya Sasuke?” tanya
Hinata pada Sasuke yang daritadi diam saja.
Sakura yang tadi masih terkikik kini
mengalihkan pandangannya pada Sasuke yang sedari tadi menatapnya. Sakura yang
ditatap jadi salah tingkah sendiri.
“Jangan memandang Sakura-chan seperti
itu Sasuke, kau membuatnya takut. Hm, kau terpesona dengan kecantikan
Sakura-chan ya?”
“Tch.” decih Sasuke sambil berjalan
menghampiri Gaara yang sedang memesan makanan.
Sakura terlihat tersinggung dengan
tanggapan Sasuke, padahal tadi dia sempat blushing saat mendengar godaan
Hinata. Hinata yang menyadarinya segera menghibur Sakura.
“Ah, jangan dipikirkan yaa Sakura-chan.
Sasuke memang seperti itu, terlalu menjunjung tinggi gengsinya padahal
sebenarnya dia benar-benar terpesona denganmu.”
Sakura hanya tersenyum tipis
menanggapinya. Shikamaru menggeleng-gelengkan kepala melihat tanggapan Sasuke
tadi. Bodoh, pikirnya.
“Kau membuat image buruk dimatanya.”
kata Gaara yang ternyata daritadi memperhatikan mereka.
Sasuke tidak menaggapi perkataan
Gaara dan malah memesan jus tomat kesukaannya.
“Kalau kau memang menyukainya
seharusnya kau bisa menunjukkan sedikit perhatian padanya, bukannya malah
bersikap seperti tadi. Jangan hanya memikirkan gengsimu, kalau kau begitu terus
kau tidak akan pernah mendapatkannya.” nasehat Gaara panjang lebar.
“Sejak kapan Tuan Muda Sabaku menjadi
banyak bicara?” tanya sinis Sasuke.
“Aku hanya ingin membantumu.” kata
Gaara dingin dan kemudian menyusul Shikamaru, Hinata dan Sakura yang sudah
mendapat tempat duduk.
Sasuke menghela nafas berat saat
Gaara sudah meninggalkannya.
.
.
.
Selama jam pelajaran terakhir ini
pikiran Sasuke tidak bisa fokus pada apa yang diterangkan oleh guru yang sedang
mengajar. Padahal biasanya dia selalu memperhatikan ketika guru menerangkan,
walau tanpa memperhatikan pun dia sudah paham. Pikirannya dipenuhi dengan
Sakura. Bayangan wajah Sakura yang tersinggung selalu menghampirinya.
Sebenarnya tadi Sasuke menyadari bahwa Sakura tersinggung dengan sikapnya saat
di kantin, dan dia pun merasa bersalah. Tapi karena gen seorang Uchiha, dia
enggan minta maaf, walaupun sebenarnya sangat ingin. Belum lagi, kata-kata
Gaara tadi. Kata-kata itu juga menghantuinya, menambah-nambahi pikirannya saja.
Sepertinya dia harus minta bantuan Hinata lagi.
TENG TEENG TEENG TENG!!!
Lonceng tanda berakhirnya pelajaran
hari ini telah berbunyi. Suasana kelas yang tadinya sunyi kini menjadi riuh.
Anak-anak heboh membicarakan rencana mereka setelah pulang sekolah. Gaara dan
Shikamaru juga sudah bersiap pulang, tapi begitu melihat Sasuke yang masih dima
saja, bahkan belum membereskan buku-bukunya, mereka menghampiri Sasuke.
“Sepertinya tuan ‘pantat ayam’ hari
ini suka sekali melamun.” kata Shikamaru sambil duduk dibangku yang ada di
depan Sasuke.
“Dia sedang merencanakan masa
depannya dengan nona ‘gummy’.” timpal
Gaara.
Sasuke yang mendengarnya lanagsung
men-deathglare mereka. Hari ini mereka benar-benar menjengkelkan. Bukan hanya
karena dirinya yang diejek, tapi juga Sakura. Dia tidak suka kalau ada yang
mengatai Sakura ‘gummy’.
Gaara dan Shikamaru yang mendapatkan
deathglare dari Sasuke malah terkekeh. Menurut mereka menggoda Sasuke yang
sedang kasmaran adalah hiburan yang menarik. Jarang-jarang bisa melihat wajah
Sasuke yang sedang marah, karena biasanya dia selalu bisa mempertahankan poker
face-nya meski digoda seperti apapun.
Sasuke segera membereskan
buku-bukunya dan berjalan keluar kelas. Dia segera menuju parkiran. Sasuke
memutuskan untuk menunggu Hinata di parkiran saja, dia belum siap bertemu
Sakura. Lagipula kalau Sakura melihat Sasuke pasti selalu memasang wajah
kecewa. Sebenarnya Sasuke heran juga, untuk apa Sakura kecewa. Tapi dia tidak
ingin terlalu memikirkannya, mungkin memang sikapnya yang sudah keterlaluan.
.
.
.
“Sampai jumpa Sakura-chan, Ino-chan!”
seru Hinata pada Sakura dan Ino sambil berlari menghampiri Sasuke yang sudah
menunggu di parkiran.
“Sudah lama?”
“Tidak juga.”
“Sebaiknya kita segera pulang, aku
ada janji dengan Hanabi-chan.”
“Hn.”
Kemudian mobil Sasuke meluncur
menyusuri jalan menuju ke komplek perumahan rumah Sasuke dan Hinata. Seperti
biasa tidak ada pembicaraan diantara mereka sampai tiba di depan rumah Hinata.
Hinata keluar dari mobil Sasuke setelah mengucapkan termia kasih. Dia hendak
masuk saat Sasuke memanggilnya.
“Hinata...”
“Ya?”
“Sore ini kau bisa datang ke
rumahku?”
“Eh? Ada apa memangnya?”
“Sudahlah datang saja, akan aku
ceritakan di rumah.”
“Mm, baiklah.”
“Hn, kalau begitu sampai jumpa dan...
arigatou.” Sasuke langsung masuk ke mobilnya tanpa menunggu jawaban dari
Hinata.
Hinata masih memandangi mobil Sasuke
sampai mobil Sasuke masuk garasi.
“Apa tentang Sakura?” bisik Hinata
dengan mata menatap rumah Sasuke sayu.
.
.
.
~~~TBC~~~
Chapter 4
Setelah menyiapkan makan malam,
Hinata pergi ke kamarnya untuk mengganti baju dan segera ke rumah Sasuke.
Hinata tahu sahabatnya itu palin tidak suka kalau disuruh menunggu, apalagi ini
sudah hampir malam, padahal tadi sian Sasuke menyuruhnya datang sore. Yaah, mau
bagaimana lagi Hinata juga punya urusan yang harus diselesaikan di rumah.
Seperti mengajari Hanabi membuat kue, entah kenapa tiba-tiba saja si tomboy Hyuuga
itu ingin sekali bisa membuat kue. Hm, mungkin karena sekarang dia sedang dekat
dengan Saratobi junior. Hinata sering tersenyum sendiri jika membayangkannya,
dia tidak menyangka Hanabi bisa suka laki-laki. Oh, ayolah Hinata bagaimanapun
adikmu itu juga perempuan kan...
Setelah mengganti baju dan menyisir rambutnya
Hinata turun dan mencari Hanabi. Tapi dia tidak menemukannya. Pasti sedang asik
di kamar, batinnya dalam hati.
“Hanabi-chan...”
Tidak ada jawaban.
“Hanabi-chan....”
“Iya iya nee-chan... Ada apa, sih?”
sahut Hanabi dari dalam kamar.
“Aku mau ke rumah Sasuke-kun.”
“Yaaa, pergi saja... apa perlu
diantar? Rumahnya kan hanya di depan rumah kita.”
“Aku Cuma mau berpamitan Hanabi-chan...”
“Iya iya, sudah sana pergi....”
“Kau mengusirku Hanabi-chan?” tanya
Hinata pura-pura sedih.
“Ahh, nee-chan sebenarnya jadi pergi
tidak sih, kalau pergi ya pergi saja sana, nee-chan menggangguku tau...” gerutu
Hanabi frustasi seraya keluar dari kamar.
“Kau benar-benar mengusirku...”
“Astaga, baiklah baiklah.... nee-chan
jadi pergi? Apa perlu kuantar?” tanya Hanabi lembut yang kentara sekali sedang
menahan amarahnya.
“Hihihi, tidak perlu kok Hanabi-chan.
Aku pergi dulu yaa...”
“Huh, iya iya... hati-hati di jalan”
kata Hanabi sambil lalu seraya berjalan menuju kamarnya.
Baru saja Hanabi mau masuk kamar,
tapi dia mengurungkan niatnya karena ada seseorang yang memanggilnya.
Kejengkelannya semakin bertambah saat mengetahui yang memanggilnya adalah
nee-chan nya tercinta –Hinata-.
“Oya, Hanabi-chan....”
“Nee-chan........” geram Hanabi.
“Ja-jangan memasang wajah seperti itu
imouto-chan, aku Cuma mau bilang kalau makan malam sudah siap-”
“Yaa sudah sana.” katanya seraya
masuk kamar.
“E-eh? Tapi aku belum selesai bicara
Hanabi-chan....”
“Astaga.... ada apa lagi sih nee-chan?? Cuma mau pergi ke rumah
Sasuke-nii kok ribet banget....” seru Hanabi gregetan.
“A-ano, tou-sama malam ini tidak
pulang.”
“Huh, biarkan saja. Jadi, apa
nee-chan jadi pergi ke rumah Sasuke-nii?”
“Te-tentu saja jadi. Aku pergi dulu.”
pamit Hinata seraya menuju pintu depan.
“Huh, mengganggu saja. Kalau perlu
‘orang itu’ tidak usah pulang.” gerutu Hanabi sambil masuk ke kamarnya dengan
muka cemberut.
Memang seperti itulah Hanabi kalau
ayahnya tidak pulang. Padahal kalau Hiashi di rumah dia sering bermanja-manja
padanya. Dasar Hanabi!
.
.
.
“Hinata-chan... Sudah lama kamu tidak
main kesini...” sapa Mikoto ketika membukakan pintu untuk Hinata.
Hinata yang mendapatkan sapaan begitu
hanya tersenyum sopan. Padahal baru minggu kemarin dia main kesini.
“Jangan berlebihan kaa-san, baru juga
seminggu Hinata tidak kesini.” kata Itachi yang baru keluar dapur sambil
membawa apel.
“Apa iya? Kok rasanya sudah lama
yaaa...”
“Seharusnya kau minta bayaran padanya
Hinata.” kata Itachi tidak mempedulikan gumaman Mikoto.
“Eh??”
“Pasti si ‘pantat ayam’ itu ingin
minta bantuanmu kan...”
“Oh. Ti-tidak apa kok nii-san, aku
senang bisa membantu Sasuke. Bagaimanpun dia kan sahabatku.”
“Hm, memang begitulah Hyuuga Hinata.”
kata Itachi seraya tersenyum tipis.
“Sebaiknya kau ke kamar Sasuke saja
Hinata, aku yakin dia sudah menunggumu. Tadi dia berpesan kalau kau sudah
datang langsung ke kamarnya saja.” kata Mikoto yang merasa diabaikan.
“Ah, iya Mikoto baa-san. Permisi.”
.
.
.
Baru saja Hinata menutup pintu, dia
sudah disambut suara dingin sahabatnya.
“Kenapa lama sekali?” tanya Sasuke
datar.
“Maaf, tadi aku ada urusan dengan
Hanabi-chan, dan tertahan lumayan lama dibawah.”
“Tch.”
Hinata hendak duduk disofa, saat
Sasuke kembali mengeluarkan suaranya.
“Duduk disini saja.” katanya seraya
menepuk permukaan kasur yang didudukinya.
Hinata hanya menurut. Sambil berjalan
menuju tempat tidur Sasuke, Hinata memperhatikan barang-barang yang ada di
kamar Sasuke.
‘Tidak banyak berubah’, pikirnya.
Dulu ketika masih kecil, Hinata sering main ke rumah Sasuke. Mereka akan
bermain di taman belakang. Setelah lelah, biasanya mereka istirahat di kamar
Sasuke sambil berbagi cerita atau menggambar. Terkadang Hinata sampai tertidur
di kamar Sasuke.
Tapi, bukan berarti sekarang Hinata
tidak pernah main ke rumah Sasuke. Sekarang pun, dia masih sering ke sana.
Hanya saja, sekarang dia sudah tidak pernah masuk ke kamar Sasuke. Karena
mereka sekarang sudah bukan anak kecil lagi, mereka sudah remaja. Biasanya
kalau dia ke rumah Sasuke, dia hanya akan duduk-duduk di taman belakang yan
biasanya sering menjadi tempat main mereka saat masih kecil sambil mendengarkan
cerita dan keluh kesah Sasuke. Seingatnya terakhir kali dia masuk kamar Sasuke
saat Sasuke sakit karena stres menjelang ujian akhir sekolah. Bahkan orang
sejenius Sasuke pun bisa stres menghadapi ujian. (apalagi saya ==” #plak)
Dan ternyata setelah sekian lama
Hinata tidak kesini, kamar ini tidak banyak berubah atau mungkin tidak berubah
sama sekali. Cat kamarnya masih biru tua. Tidak ada foto keluarga, hanya ada
foto mereka saat SD yang diletakkan di meja kecil disamping tempat tidur. Kamar
ini terasa lengang. Hanya ada tiga sofa dan meja belajar di kamar yang seluas
ini. Sasuke memang tidak suka kalau kamarnya terlihat ramai.
“Jadi, apa yang ingin kau bicarakan?”
tanya Hinata setelah hening beberapa saat.
“Ini... tentang... Sakura” jawab
Sasuke lirih dipanjang-panjangkan.
‘Sudah kuduga.’
“Ke-kenapa d-dengan Sakura-chan?”
tanya Hinata sekuat tenaga menahan suaranya agar tidak bergetar.
“Apa aku sudah berlebihan Hinata?”
tanya Sasuke yang sama sekali tidak menjawab pertanyaan Hinata.
Hati Hinata mencelos saat melihat
mata Sasuke. Belum pernah dia melihat mata Sasuke yang begitu redup. Belum
pernah dia melihat mata Sasuke yang dipenuhi rasa bersalah.
‘Begitu besarnya kah pengaruh Sakura
untukmu, Sasuke?’ batin Hinata perih.
“Hm, kurasa kau memang sedikit
berlebihan.” Hinata sekuat tenaga menahan air matanya agar tidak jatuh, karena
sekarang matanya terasa begitu panas.
“Apa yang harus kulakukan Hinata?”
“Minta maaf padanya.”
“Itu sulit.”
“Abaikan darah Uchihamu kalau kau
tidak ingin kehilangan Sakura-chan. Kau pasti akan sangat menyesal ketika
melihat dia sudah menjadi milik orang lain.”
“Kau mau membantuku?”
“Bahkan minta maaf pun kau minta
bantuanku, Uchiha?” sindir Hinata setengah bercanda untuk mencairkan suasana.
“Heei, kau bilang kau ingin
membantuku kan...”
Setidaknya usaha Hinata mencairkan
suasana sedikit berhasil. Kini binar di mata Sasuke sudah ada yang kembali.
“Itu bukan berarti aku membantumu
dalam segala hal kan, kau juga harus berusaha sendiri.”
“Tch, bagaimana caranya aku minta
maaf padanya?”
Hinata memutar bola matanya. Sasuke
yang di sampingnya ini tidak seperti Sasuke yang biasanya, bukan Uchiha
Sasuke yang jenius, bukan Sasuke yang
merupakan rival sekaligus teman Nara Shikamaru dan Sabaku Gaara. Sasuke yang
disampingnya ini seperti bocah berusia dua tahun, yang belum mengerti apa pun.
“Astaga Sasuke! Apa memang seorang
Uchiha tidak pernah diajarkan untuk minta maaf? Atau kau Uchiha terbodoh
sepanjang sejarah?”
“Aku serius Hinata. Aku tidak tau
bagaimana cara minta maaf maaf padanya.”
“Kau benar-benar butuh bantuanku
yaa?” tanya Hinata dengan wajah pura-pura malas.
“Kalau tidak ikhlas, sebaiknya tidak
usah.” jawab Sasuke sambil mendengus.
“Hihihi, jangan marah begitu...
Baiklah, aku akan membantumu tapi aku
hanya akan mencarikan momen yang tepat, selebihnya kau yang harus berusaha
sendiri.”
“Momen yang tepat?”
“Yaa, minta maaf kan juga perlu momen
yang tepat kalau untukmu. Atau kau ingin besok?”
“Aku rasa kau benar. Aku belum siap
kalau besok.”
‘Dasar minta maaf saja perlu
persiapan.’
“Kalau begitu menurutmu kapan momen
yang tepat?”
“Hm.... Biar kupikirkan dulu. Kau
latihan saja dulu.”
“Heh, sepertinya kau meremahkanku
sekali Hinata.”
“Kau kan, memang payah dalam hal ini
Sasuke. Terima kenyataan saja.”
“Tch. Tapi terima kasih Hinata. Kau
memang sahabat terbaikku.”
“Sahabatmu kan memang hanya aku.”
canda Hinata.
Sasuke hanya menanggapinya dengan
senyum tulus. Senyum yang hanya diperlihatkannya pada Hinata, sahabatnya.
‘Kenapa rasanya sakit? Padahal senyum
dan mata Sasuke yang berbinar sudah kembali. Seharusnya aku senang kan? Kenapa
malah perih yang kurasakan?’
.
.
.
Sabtu, saat pulang sekolah....
“Kau yakin tidak bisa ikut Ino-chan?”
tanya Hinata pada Ino saat keluar kelas.
“Hm, sepertinya tidak bisa
Hinata-chan.”
“Dia kan ada kencan denga si ‘mayat
hidup’ itu, Hinata” timpal Sakura yang baru keluar kelas.
“Heee, Sai bukan mayat hidup....
Setidaknya dia mau tersenyum-“
“Walau tidak tulus.” potong Sakura
dan Hinata bersamaan sebelum Ino menyelesaikan kalimatnya.
Ino yang merasa jengkel pada kedua
temannya itu mempercepat langkahnya menuju tangga.
“Hei hei hei Pig, jangan ngambek
begitu... Kita kan hanya bercanda, iya kan Hinata?”
“Iya, Ino-chan. Kami hanya bercanda
kok...”
Ino pura-pura tidak mendengar dan
malah mempercepat langkahnya.
Hinata dan Sakura mengejar Ino dengan
berlari-lari kecil. Saat sampai di depan kelas Sasuke, mereka menolehkan kepala
mereka untuk melihat keadaan kelas 2-1. Ternyata sudah sepi, hanya ada beberapa
siswa yang sedang piket. ‘Sepertinya Sasuke sudah menunggu di parkiran’, pikir
Hinata.
“Heeeii Ino-pig! Jangan cepat-cepat!”
seru Sakura pada Ino yang sudah jauh di depan mereka.
“T-tunggu kami Ino-chan....”
Akhirnya Ino berhenti dan berbalik
mengahadap Sakura dan Hinata.
“Baiklah. Aku akan ikut kalian.”
“E-eh? Kalau memang tidak bisa, tidak
usah tidak apa-apa kok Ino-cha” Hinata jadi merasa tidak enak pada Ino.
“Tidak apa kok Hinata-chan... Masa
kau nanti mau jadi obat nyamuk sih?”
“E-eh?”
“Apa maksudmu, Pig?”
“Kau tidak perlu tau, Forehead.”
Sakura hanya mendengus sebal.
“Kau yakin Ino-chan?”
“Tentu saja.” jawab Ino dengan
tersenyum lebar membayangkan hari minggu besok.
.
.
.
“Daaaaah, Sakura-chan, Ino-chan....
Sampai jumpa!!”
Hinata berlari menghampiri Sasuke
yang sudah stand by di depan
mobilnya.
“Kau lama sekali.”
“Maaf.”
“Kau sekarang jadi suka membuat orang
menunggu.”
“Bu-bukan begitu, tadi aku ada
sedikit urusan. Ma-maaf.”
“Sudahlah. Ayo pulang.”
Mobil Sasuke meluncur meninggalkan
KSHS yang sudah mulai sepi.
Tidak seperti biasanya, Sasuke mengawali
pembicaraan di antara mereka.
“Siang ini kaa-san mengundangmu untuk
makan siang bersama.”
“Eh? Memangnya ada acara apa?”
“Tidak ada. Hanya saja okaa-san rasa
dia sudah lama sekali tidak berbincang-bincang denganmu.”
“T-tapi kalau siang ini aku tidak bisa.
Aku sudah janji akan menemani tou-sama makan di luar.”
“Tidak biasanya Hiashi jii-san mau
makan di luar.”
“Entahlah, aku sendiri juga tidak
tau. Sepertinya dia ingin menebus kesalahannya pada Hanabi-chan tadi malam
karena tidak pulang.”
“Hn, kalau begitu lain kali saja.
Akan kuberitahu okaa-san.”
“Sampaikan permintaan maaf ku yaa...”
“Hn.”
Suasana diantara mereka kembali
hening. Mobil Sasuke berhenti di depan rumah Hinata. Hinata membuka pintu mobil
hendak turun setelah mengucapkan terima kasih, tapi dia mengurungkan niatnya
dan kembali mengahadap Sasuke.
“Apa ada yang tertinggal?” tanya
Sasuke datar.
“Tidak. Besok jadi kan?”
Sasuke tampak mengerutkan keningnya
mengingat-ingat besok ada acara apa dengan Hinata. Semenit kemudian dia ingat
sudah janji pada Hinata untuk menemaninya ke toko buku besok.
“Hn.”
Hinata tampak tersenyum senang.
Walaupun sebenarnya hatinya sedikit terluka membayangkan apa yang terjadi
besok.
“Kalau begitu sebaiknya kau siapkan
dirimu, Sasuke”
Sasuke mengerutkan keningya lagi, heran
apa maksud perkataan Hinata.
“Apa maksudmu Hinata?”
“Sebaiknya kau sudah banyak latihan
akhir-akhir ini.”
“Aku tidak mengerti, Hinata.”
Hinata hanya tersenyum simpul dan
keluar dari mobil Sasuke.
“Sampai jumpa besok Sasuke.” katanya
seraya berlari memasuki rumahnya.
‘Semoga yang kulakukan ini benar
Sasuke.’
.
.
.
~~~~TBC~~~~
Waw, cerita'y bener2 bagus bngt, tp bisa gak di akhir cerita, sasuke'y akhir'y sadar klw yg bnar2 dia butuhkan bukan sakura, tp melainkan hinata,
BalasHapusKlw gak bisa gak gara di buat cinta sama hinata, atw gak naruto yg suka sama hinata, masa hinata gak da yg suka sich..